idaraya

Menyusuri Jejak Kasta di Jawa Lewat Mesin Jahit

Menyusuri Jejak Kasta di Jawa Lewat Mesin Jahit

Yogyakarta -, Lebih dari 30 mesin jahit dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta selama sepekan ini. Aneka merek buatan Belanda, seperti Singer dan Paff, berjajar memenuhi sudut ruangan. Dinding ruangan pun dipenuhi foto tua besar berbingkai.

Rata-rata foto itu menampilkan perempuan beraneka gaya, sementara sebagian lagi yaitu foto keluarga. Menilik informasi di secuil kertas yg melekat dekat dengan puluhan mesin jahit dan foto di Bentara Budaya Yogyakarta itu, tampak jelas mesin jahit yg dipamerkan tersebut yaitu produk sekitar tahun 1800 hingga 1900.

Pantas saja, sama sekali tak ada nuansa masa kini yg tampak dalam ruangan yg berlokasi di Jalan Suroto Kotabaru itu. Warna mesin jahit kusam, sebagian telah berkarat.

Bentuknya pun tak lagi ditemui di pasaran. Ada bagian mesin yg tersambung dengan selang yg biasanya diisi dengan oli, ada pula yg memiliki banyak kenop.

Sayangnya, tak ada penjelasan mengenai fungsi dari kenop atau selang oli. Mesin jahit itu telah tak dapat digunakan, cuma dipamerkan, hasil pinjaman dari dua kolektor di Jogja, Solo, dan Magelang.

Aneka foto yg terpampang membentang pun juga berwarna suram. Bukan karena objeknya sedang muram, cuma saja memang foto-foto itu dibuat jauh sebelum teknik cetak dengan mesin dikenal.

Dari keluarga bangsawan hingga rakyat jelata di Jawa memakai mesin jahit buat membuat pakaian. (/Switzy Sabandar)

Ada foto keluarga Kartini, foto sejumlah gadis Jawa yg diambil di sebuah studio foto, foto keluarga Jawa, foto remaja laki-laki Jawa, gambar dua perempuan Eropa dengan mengenakan ball gown atau gaun besar yg di bagian bawahnya melebar karena disematkan rangka mirip kurungan ayam, dan sebagainya.

"Mode dan mesin jahit menjadi beberapa hal yg tak mampu dipisahkan, sehingga itu menjadi alasan kita menggabungkan keduanya dalam pameran seri lawasan," ujar Hermanu, kurator BBY ketika ditemui di sela-sela Pameran Mesin Jahit dan Mode Lama, Jumat (9/12/2016).

Ada juga mesin jahit bagi membuat sepatu buat kalangan bangsawan. (/Switzy Sabandar)

Hermanu menjelaskan, pada awal mulanya, mesin jahit digerakkan oleh tangan, mesin jahit ini disebut mesin jahit onthel. Kemudian, berkembang sehingga muncul mesin jahit yg memakai tenaga kaki bagi menggerakkan putaran gigi mesin jahit. Jenis ini membutuhkan meja bagi menopang mesin tersebut.

Ada juga mesin jahit yg yaitu kombinasi dari keduanya, yakni memakai kaki dan tangan. Contoh mesin jahit ini adalah mesin jahit sepatu buatan Ceko pada 1920.

Bentuk dan ukuran mesin jahit bermacam-macam, sesuai dengan zaman dan kebutuhannya, akan dari portable atau gampang dibawa, rumah tangga, sampai industri, dengan berat akan dari sesuatu kilogram hingga mencapai 100 kilogram.

Menilik Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat dari Jahitan Pakaian 

Ditambahkan Hermanu, melalui mode dan mesin jahit mampu diketahui keadaan sosial dan ekonomi masyarakat Jawa saat itu. Ia menerangkan mesin jahit baru dirasakan secara segera oleh masyarakat Jawa pada 1940, sekalipun mesin jahit di dunia telah diproduksi sejak 1860-an.

Sebelum dinikmati masyarakat kebanyakan, alat yg ditemukan oleh Elias Howe, seorang berkebangsaan Amerika itu cuma mampu dimiliki oleh para priyayi atau bangsawan dan orang Belanda yg tinggal di Indonesia semasa penjajahan.

Harganya yg mahal membuat benda itu tak dapat dimiliki sembarang orang. Hal itu, tutur Hermanu, memengaruhi pakaian yg dikenakan oleh masyarakat kala itu. Kebaya kaum ningrat jahitannya lebih rapi, jumlah pakaiannya pun lebih banyak karena pembuatannya tak membutuhkan waktu lama ketimbang menjahit dengan jarum saja.

Pakaian dalam yg dimiliki perempuan bangsawan juga lebih rumit, ada rangkaian kancing di bagian depan. Berbeda dengan perempuan biasa, pakaian dalamnya cuma dikaitkan segaris tali.

Mode dan mesin jahit tak mampu dipisahkan sejak dulu. (/Switzy Sabandar)

Hermanu mengungkapkan, pada 1940-an, iklim perekonomian Jawa bagus. Hal itu yg menyebabkan masyarakat berbondong-bondong membeli mesin jahit.

Tidak berapa lama, pasca kemerdekaan, ekonomi kembali memburuk dan mesin jahit perlahan hilang dari pasaran. Barulah, pada 1950-an mesin jahit kembali masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat dalam negeri.

Secara umum, perusahaan-perusahaan ternama yg memasarkan produk mesin jahit di Indonesia berasal dari Jepang, Belanda, dan Jerman. Merek yg beredar antara yang lain Singer, Paff, Mouser Specia, Miyake, Gritzner-Durlach, dan Butterfly.

Selain mesin jahit, tingkat pendidikan masyarakat Jawa juga tercermin dalam foto-foto yg menggambarkan mode kala itu. Perempuan muda yg mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda selalu mengenakan sepatu saat berfoto.

Demikian pula foto keluarga Kartini, tampak kelihatan sang ayah di antara istri dan anak-anaknya, mengenakan alas kaki. Sementara, foto keluarga rakyat jelata mengenakan kebaya dan berpakaian rapi dengan telanjang kaki.

Biasanya, mereka berasal dari desa yg khusus tiba ke kota bagi membuat foto keluarga di sebuah studio foto. Dandanan perempuan jelata yg difoto juga kelihatan berlebihan, seperti melingkarkan sabuk di pinggang padahal telah mengenakan stagen atau menyampirkan selendang seperti mengenakan syal di leher. Biasanya, kebaya dipasangkan dengan selendang di bahu.

"Pameran seperti ini utama supaya orang mengetahui perjalanan mode dan mesin jahit di Indonesia yg ternyata juga bercerita tentang keadaan ekonomi dan sosial masyarakat di zamannya," tandas Hermanu.



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Menyusuri Jejak Kasta di Jawa Lewat Mesin Jahit

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Menyusuri Jejak Kasta di Jawa Lewat Mesin Jahit "