idaraya

Surat Menyentuh Hati dari Dokter di 'Sudut Terlupakan' Suriah...

Surat Menyentuh Hati dari Dokter di 'Sudut Terlupakan' Suriah...

Aleppo -, Ada sebuah sudut yg terlupakan di Kota Aleppo, Suriah yg porak-poranda akibat perang saudara antara pemberontak dan tentara yg loyal pada rezim Bashar al-Assad.

Lokasi yg berada di Kota Tua itu dihuni oleh orang-orang yg juga terlupakan --mereka yg menderita gangguan kejiwaan, warga berusia lanjut yg sebatang kara, dan pasien yg cacat fisik. Sebagian lagi adalah warga sipil yg cedera dan berlindung di rumah jompo .

Pada Rabu 7 Desember 2016 Komite Palang Merah Internasional (ICRC) bersama Bulan Sabit Merah mengevakuasi 148 warga sipil penyandang cacat dan yg membutuhkan perawatan darurat dari fasilitas yg kini dikuasai pemerintah Suriah.

Proses evakuasi korban perang paling tidak berdaya di Aleppo Suriah (Syrian Arab Red Crescent)

Seorang dokter mengirimkan surat kepada BBC, menceritakan kengerian yg terjadi di tengah proses evakuasi, seperti dikutip pada Jumat (9/12/2016)

Begini isi suratnya:

Bekerja sebagai dokter bagi International Committee of the Red Cross (ICRC), saya sudah menyaksikan banyak hal di Suriah selama lima tahun terakhir. Namun, tidak ada yg seperti ini.

Kami coba mencapai pusat kota hari sebelumnya, namun tidak dapat mendapatkan jaminan keamanan yg dibutuhkan. Pertempuran berlangsung sengit. Tiga orang meninggal kala itu.

Saat ini kalian mendapatkan izin ke bekas rumah jompo, yg menjadi tempat pengungsian buat sekitar 150 orang, dua disabel, dua mengalami gangguan jiwa, dan sisanya adalah mereka yg putus asa yg tidak milik tempat buat pergi.

Kami, ICRC dan Syrian Arab Red Crescent (Bulan Sabit Merah Suriah), ada di sana bagi membawa mereka keluar dari Aleppo.

Hari telah gelap ketika kalian berkendara di jalanan sempit di Kota Tua. Sebelum perang, itu adalah area yg berkembang dan ramai.

Kini, tempat itu bak lautan puing. Aku tidak lagi dapat mengenali jalanan, apalagi bangunan-bangunannya. Yang tersisa adalah kota hantu dari beton yg hancur lebur. Bak angkara murka sudah menyapu apapun yg ada di sana,

Suara berondongan senjata terdengar sayup dari kejauhan. Namun, di sini senyap, tanpa suara, tidak ada manusia. Mobil tidak dapat mencapai lokasi yg dituju, kalian harus berjalan kaki ke sana. '

Proses evakuasi korban perang paling tidak berdaya di Aleppo Suriah (Syrian Arab Red Crescent)

Di tengah lanskap, berdiri beberapa bangunan yg babak belur. Satu bagi para pria, lainnya buat kaum wanita.

Kami memasuki pekarangan. Sekelompok pasien duduk meringkuk berkeliling api unggun. Dengan tubuh yg mengenakan pakaian seadanya, mereka mengigil. Banyak yg memasang wajah bingung. Mereka berdekatan sesuatu sama lain, bahu mereka saling menempel, melihat sekeliling, berusaha meyakinkan sesuatu sama lain.

Di sebuah sisi, ada sejumlah jasad manusia, mungkin sekitar 10 jumlahnya.

Aku mengenali seorang pria yg mengelola pusat tersebut. Kami menemukannya. Pria itu kehilangan segala keluarganya tiga hari sebelumnya: termasuk istri, putra, dan cucu laki-laki.

Awalnya, ia membawa segala keluarganya ke sini, mengira bahwa tidak ada pihak manapun yg mulai tega menyerang tempat ini.

Keluarganya kini terbaring kaku di antara jasad-jasad yg ada di pekarangan.

Saat kegelapan malam kian pekat dan suhu udara menurun drastis, kita harus cepat bergerak. Kami mengidentifikasi mereka yg paling membutuhkan.

Ketika sedang menjalankan tugas, seorang pria sepuh meninggal di depan kami. Ia kedinginan.

Tak ada obat-obatan. Tanpa pemanas. Tiada bahan bakar buat memasak makanan.

Aku mengecek sejumlah bangunan terdekat, mengecek seandainya masih ada orang di sana. Namun, tidak ada siapapun.

Yang kalian temukan justru jasad manusia. Kami dapat melihatnya terjebak di antara puing bangunan. Tapi, tidak ada yg dapat dilakukan.

Evakuasi sama sekali tidak mudah. Beberapa dari mereka mengalami gangguan mental, mereka tidak ingin pergi. Mereka bingung, tidak berdaya, bahkan tidak menyadari hidup di tengah zona perang.

Beberapa hidup di sana selama empat atau lima tahun. Tak tahu apapun. "Kami tidak milik keluarga, kita tidak milik tempat bagi pergi," itu kata mereka. Beberapa memilih tinggal.

Lalu, tentara berdatangan. Mereka membawa enam anak kecil yg ditemukan di tengah puing, tersesat, dan tidak berdaya.

Yang terbesar berusia 7 tahun, sementara termuda baru berusia 7 bulan. Mereka belum makan apa-apa selama beberapa hari.

Para bocah itu baru jadi yatim piatu. Baru dua hari lalu, orangtua mereka tewas dalam serangan bom. Mereka tidak milik apapun, tidak milik siapapun.

Ada 18 orang yg tidak ingin pergi. Sebab, mereka tidak tahu ke mana mulai pergi.

Aku berharap kalian mampu kembali bagi membawa sejumlah bantuan.

Ini adalah sebuah sisi lain dalam perang yg sungguh mengerikan.

Orang-orang itu harus membayar harga amat mahal bagi perang yg sama sekali tidak mereka kobarkan. Mereka tidak memilih bagi terlibat dalam pertempuran ini.

Mereka adalah yg paling tidak berdaya di antara kelompok yg rentan. Tak ada sesuatu pun pihak yg melindungi mereka.

Ini bukan soal siapa yg benar dan salah. Siapa menang atau kalah. Ini tentang orang-orang: darah, daging, mereka adalah manusia. Berdarah, sekarat, dipaksa jadi yatim piatu, itu terjadi setiap hari.

Aku merasa sangat sedih ketika ini. Tolong, harus ada batasan dalam perang ini.

 



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Surat Menyentuh Hati dari Dokter di 'Sudut Terlupakan' Suriah...

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Surat Menyentuh Hati dari Dokter di 'Sudut Terlupakan' Suriah... "