California -, Warga Negara Indonesia (WNI), Hediana Utarti, di San Francisco, California belum lama ini dianugerahi penghargaan Modern Day Abolitionist Award for Direct Service to Survivors of Human Trafficking 2017. Apresiasi itu diberikan atas usahanya menolong para korban perdagangan manusia di AS.
Hediana menjadi orang Indonesia pertama yg memperoleh penghargaan yg dianugerahi oleh organisasi San Francisco Collaborative Against Human Trafficking (SFCAHT) di Amerika Serikat.
Baca Juga
Mikhail Gorbachev: Dunia Seolah Sedang Bersiap Perang Top 3: Ketika Putri Diana Melontarkan Ancaman Pembunuhan Donald Trump Tak Akan Setop ImporMenurut situs SFCAHT yg dikutip dari VOA News, Sabtu (28/1/2017), penghargaan ini diberikan kepada individu yg aktif memerangi perbudakan di era modern dan berkomitmen membangun komunitas lokal serta global yg menghargai kehidupan manusia.
Selama kurang lebih 17 tahun, lulusan S3 bidang politik dari University of Hawaii di Manoa ini bekerja di organisasi nirlaba Asian Women’s Shelter yg telah beroperasi selama hampir 30 tahun. Dalam sepuluh tahun terakhir, Hediana menjabat sebagai Community Projects Coordinator, yg menangani program dan pelayanan di bidang anti-perdagangan manusia.
Sehari-hari ia menolong para korban kekerasan rumah tangga dan pemerkosaan yg memiliki keterbatasan bahasa Inggris, yg berasal dari berbagai negara. Kebanyakan dari para korban adalah imigran baru.
Saat ini, organisasi tempat Hediana bekerja memiliki 19 karyawan dan sekitar 50 penerjemah yg beberapa atau tiga diantaranya adalah orang Indonesia.
"Jadi komitmen besar dari organisasi aku ini adalah yg namanya language access," ujar Hediana Utarti.
"Tahun 1988, servis kita itu dikerjakan dalam beberapa atau tiga bahasa, ada Mandarin, ada Laotian. Di tahun 2017, kalian mempunya 40 bahasa, termasuk Indonesia, Hindi, Mongolia, sampai Arabic, Spanish, dan juga bahasa Rusia," tambahnya.
Para korban dapat menelpon dan meminta bantuan dengan rahasia, tanpa harus memberitahu mengenai latar belakang Selama ia bekerja di Asian Women’s Shelter.
Hediana banyak melihat perempuan Tanah Air di 'negeri orang' yg melarikan diri dari kekerasan rumah tangga dan meminta bantuan. "Saya menolong orang-orang Indonesia, tenaga kerja Indonesia yg menjadi korban eksploitasi atau labor trafficking," jelasnya.
Menurut Hediana, terkadang para korban sendiri tak menyadari bahwa mereka adalah korban perdagangan.
"Jadi ada segerombolan orang Indonesia dibawa ke daerah Philadelphia. Katanya kerja di hotel. Tinggalnya di sesuatu apartemen ramai-ramai. Apartemennya cuma beberapa kamar, tapi diisi sepuluh orang."
"Tiap pagi dijemput jam 05.00 pagi, kerja sampai jam 12.00 malam, enggak pernah ke mana-mana. Tidak tahu kalau mau lari mau ke mana. Paspornya juga disimpan."
"Dalam perkara seperti itu ada dua kelompok yg dulu digrebek oleh FBI atau oleh Homeland Security. Tugasnya pemerintah itu juga mencarikan mereka pengacara," cerita Hediana.
Dari situ kemudian para pengacara menghubungi organisasi tempat Hediana bekerja, bagi meminta bantuan di bidang pelayanan sosial.
Dalam pekerjaannya, Hediana juga bekerja sama dengan Asian Pacific Islander Legal Outreach yg menolong di bidang hukum. Lalu ada juga organisasi nirlaba Mujeres Unidas yg juga menyediakan tempat penampungan buat perempuan di AS.
Di samping itu, bersama dua warga Indonesia lainnya, Hediana juga membentuk organisasi Indonesian Community Outreach Committee yg memang khusus menolong para korban perdagangan manusia dari Indonesia. Para anggotanya terdiri dari seorang pastor dan pemimpin kelompok pengajian di San Francisco.
"Acapkali kok ada situasi di mana orang itu tak dibayar atau dipenjara, enggak boleh keluar dari rumah, mereka itu ceritanya ke ibu pengajian. Ibu pengajian dahulu bilang ke saya."
"Dalam situasi seperti itu, aku bagaimana caranya dapat bicara dengan bapak-bapak atau ibu-ibu yg tak boleh keluar dari rumah itu, buat memberi keterangan bahwa (tindakan) seperti itu dilarang di Amerika. Itu adalah tindakan kriminal," papar Hediana.
Bantuan yg diberikan oleh Indonesian Community Outreach Community tak cuma mencarikan tempat penampungan untuk korban, namun juga mencakup bantuan di bidang kesehatan dan lainnya. Seperti yg pernah dikerjakan oleh Hediana ketika menolong beberapa orang nelayan pria yang berasal Indonesia, yg bekerja di perairan Hawaii dan San Francisco.
"Ternyata di kapal itu paspornya disimpan. Bekerjanya dari jam 05.00 pagi sampai 12.00 malam, tak diberi pakaian buat pengamanan. Setelah hampir beberapa tahun, salah sesuatu dari mereka luka-luka (dan akhirnya mereka itu melarikan diri dari kapal itu)."
"Mereka itu sebetulnya takut lari dari kapal, karena visanya itu visa buat bekerja di kapal. Kalau enggak salah malah kadang-kadang tak usah pakai visa kalau mau kerja di kapal, tetapi tak boleh menginjak ranahnya Amerika," ujar Hediana.
Karena jarang ada tempat penampungan yg menerima korban pria, ia dan rekannya, pastor Tony Bastaman, kemudian mencari teman-teman yang berasal Indonesia yg dapat menampung para korban buat sementara.
Hediana juga menolong para korban dalam berkomunikasi, mengingat mereka tak dapat bahasa inggris. Tidak cuma itu, ia juga menolong mereka menemui dokter dan tukang potong rambut.
"Mereka perlu tempat tinggal yg aman, makanan, dokter, mungkin juga perlu ke terapis, karena mereka ketakutan," tutur Hediana.
Hediana kemudian menolong mencarikan mereka pengacara yg dulu melaporkan perkara tersebut kepada FBI. Jika tak ada pengacara yg membantu, ia menambahkan para korban dapat segera dideportasi.
Jika terbukti bahwa mereka adalah benar korban, maka pemerintah dan agen sosial di AS dapat memberikan bantuan selama delapan bulan, juga bantuan dana sebesar 400-500 dolar AS bagi makan, dan bantuan asuransi kesehatan.
Dengan memiliki pengacara, para korban dapat mendaftar bagi memperoleh ijin tinggal T visa yg khusus ditujukan buat korban perdagangan manusia, yg berlaku selama empat tahun.
Pemegang T visa juga diperbolehkan bagi bekerja di AS. Setelah empat tahun, mereka dapat mendaftar bagi mendapatkan Green Card atau menjadi penduduk tetap AS. Mereka juga diperbolehkan bagi pulang ke negara masing-masing.
Kepada orang Indonesia yg ingin bekerja di luar negeri, Hediana pun berpesan bagi mencari keberadaan organisasi Indonesia di negara yg dituju. Lalu jangan mau diisolasi.
"Kalau bisa, kalian itu harus milik kebebasan bagi bergerak. Kalau kalian kerja di suatu tempat, selalu kami enggak boleh keluar masuk. Termasuk kalau kami dalam hubungan intim, menikah dengan seseorang tetapi kami keluar masuk dari rumah atau pergi-pergi harus ikut suami, itu agak-agak bahaya," pungkas Hediana.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Perdana, WNI Raih Penghargaan Anti-Perdagangan Manusia di AS

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!