Jakarta, Indonesia menyimpan banyak hal-hal yg dikeramatkan, akan dari kebendaan seperti keris sampai pada makam keramat seseorang atau leluhur.
Menyimpan beragam kisah misteri, makam - makam keramat di Indonesia juga tidak jarang jadi tempat pertapaan atau pemujaan.
Tak jarang makam yg dikeramatkan itu menjadi lokasi wisata sebagai upaya pelestarian kebudayaan daerah setempat.
Dalam dua bulan terakhir, ada sejumlah cerita terkait makam keramat yg menarik perhatian masyarakat. Ada yg karena cerita mitosnya atau jadi 'korban' musibah.
merangkum kisah tentang makam keramat di Indonesia, akan dari cerita tentang beberapa ular hitam gaib penunggu makam sampai yg ketiban pohon tumbang.
Ratusan makam tua berada di Bukit Ondongan menghadap segera ke Teluk Majene, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, menarik perhatian pengunjung. Tak cuma warga setempat, wisatawan mancanegara juga tiba ke lokasi makam yg berada di Desa Pang Ali-Ali, Kecamatan Banggae.
Jika warga setempat meyakini makam-makam yg dikeramatkan itu sebagai penjaga kampung mereka, pengunjung asing tertarik karena jejak Hindu dan Islam terdapat di batu-batu nisan yg sama.
"Meski terlihat keramat dan penuh aura mistis, namun untuk wisatawan, mereka tiba karena tertarik dengan jejak sejarah yg ada. Di antaranya nisan batu makam yg cukup tua serta nisannya terdapat ukiran penggabungan budaya Hindu dan Islam," kata Muhammad Fadli, warga Majene, kepada , Sabtu 22 Oktober 2016.
Nisan batu pemakaman, kata Fadli, terbuat dari berbagai bahan, seperti batu lava, batu tanah dan kayu yg kuat. Pada nisan tersebut, terdapat ukiran berbagai simbol perpaduan antara Hindu dan Islam, yakni simbol swastika dan tulisan kaligrafi Arab.
"Ukiran simbol yg beragam tersebut seperti meninggalkan cerita sendiri yg belum terpecahkan hingga ketika ini. Namun, banyak kalangan memaknai bahwa dengan perpaduan ukiran pada makam tua tersebut, seakan ingin memberikan pesan tentang keyakinan yg pernah dipeluk oleh nenek moyang dahulu," tutur Fadli.
Jejak Hindu di pemakaman tua itu juga diwakili dengan simbol serupa yg terdapat di candi yg berada di Pulau Jawa. "Pemakaman tua ketika ini telah terdaftar sebagai cagar budaya sehingga menjadi salah sesuatu destinasi wisata yg mampu dikunjungi bagi tidak mengurangi referensi sejarah keberadaan Kerajaan Banggae," kata Fadli.
Menurut Fadli, berdasarkan penelitian sejarah dan arkeologi Sulsel, pemakaman tua di puncak Bukit Ondongan tersebut diperkirakan telah ada sejak abad 16 hingga 18. Sementara, alasan pemilihan lokasi pemakaman ditujukan agar mampu mengawasi segera keturunannya yg berada di bawah bukit atau hendak berlayar jauh mencari nafkah di lautan luas meskipun telah meninggal dunia.
"Ceritanya demikian, sehingga mengapa nenek moyang Kerajaan Banggae memilih sendiri lokasi pemakamannya di puncak Bukit Ondongan," kata Fadli.
Berdasarkan kisah turun temurun, ia menuturkan penamaan kompleks pemakaman yg dinamai Poralle diberikan oleh raja pertama Banggae. Ia kemudian diangkat sebagai Mara ‘dia Salabose dan Daeng Salabose (pemimpin besar).
Dia juga diberi gelar Puang Banggae dan membentuk masyarakat pertama yg kemudian tumbuh menjadi Kerajaan Banggae. Maka itu, warga meyakini mereka yg dimakamkan di kompleks pemakaman itu yaitu keturunan Puang Banggae.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram, menata sejumlah situs makam yg dikeramatkan sebagai salah sesuatu upaya mendukung wisata halal di Nusa Tenggara Barat.
"Setelah kami menata makam keramat Loang Baloq dan Makam Bintaro, tahun 2017 kalian mulai menata situs religi Makam Dende Seleh yg juga berada di Kecamatan Ampenan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram Abdul Latif Nadjib di Mataram, Senin 19 September 2016, seperti dilansir Antara.
Ia menyampaikan Makam Dende Seleh ini yaitu salah sesuatu wisata religi di Kota Mataram yg membutuhkan penataan agar mampu menjadi objek wisata religi yg layak dikunjungi baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Penataan yg mulai dilakukannya antara yang lain di areal makam, tempat ziarah, dan fasilitas umum. Selain itu mulai ditempatkan sesuatu petugas yg mulai menjaga makam sekaligus sebagai pemandu wisata makam.
"Penataan makam Dende Seleh ini sebagai upaya penguatan sejarah, sehingga dapat menjadi ajang edukasi buat masyarakat di daerah ini," kata Abdul Latif.
Dia menjelaskan Dende Seleh adalah salah sesuatu perempuan dari suku Sasak yg berani melakukan perlawanan kepada bangsa penjajah. Nama "Dende" sendiri berarti anak mas atau anak kesayangan, sedangkan "Seleh" sendiri berarti solah atau solehah.
"Dende Seleh ini memiliki perilaku yg baik dan yaitu sosok perempuan solehah," kata dia.
Kala itu Dende Seleh ini seringkali dipinang menjadi selir para penjajah. Namun dia berani menolak karena cuma ingin dijadikan istri yg sah.
"Semangat juang seorang perempuan Sasak inilah yg dibanggakan oleh warga di Pulau Lombok sehingga mereka tiba berziarah buat mengambil pelajaran dari perjuangan yg sudah dilakukannya," katanya.
Makam keramat turut jadi korban hujan lebat disertai angin kencang di Makassar. Makam itu tertimpa pohon tumbang. Hujan angin memang memicu pohon-pohon di dua ruas jalan protokol di Makassar tumbang.
Pohon tumbang terjadi antara yang lain di Kecamatan Manggala dan Rappocini, Makassar. Tim satgas kecamatan segera bergerak cepat membersihkan pohon tumbang yg terdapat di wilayah tersebut.
"Ada sekitar delapan titik terjadi pohon tumbang di Manggala dan tim sedang proses pembersihan di lokasi," kata Camat Manggala Anshar Umar di sela-sela memantau bencana alam angin kencang di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Makassar, Jumat 3 Februari 2017.
Pihak kecamatan mencatat dua bangunan di antaranya rumah warga, warung, masjid serta makam keramat juga terkena dampak angin yg bertiup kencang.
"Dari laporan semua lurah di Manggala, ada dua bangunan rusak akibat terkena pohon tumbang diantara rumah, warung, masjid dan makam sejarah di daerah Bangkala," ucap Anshar.
Kepala Sub Bidang Pelayanan Jasa BMKG Wilayah IV, Sujarwo menyampaikan hujan lebat yg disertai angin kencang diperkirakan masih terjadi di dua daerah di Sulsel, termasuk Kota Makassar, hingga malam hari.
"Tadi pagi kalian telah informasikan kepada masyarakat agar berhati-hati karena hujan lebat dan angin kencang terjadi di pagi hari dan diperkirakan mulai lanjut di malam hari nanti," ujar Sujarwo.
Meski cuaca masih ekstrem, kata Sujarwo, belum berpotensi menimbulkan angin puting beliung. Namun, dampak yg ditimbulkan perlu diwaspadai.
Sementara itu Lurah Bangkala Waris membenarkan seandainya di daerahnya ada makam yg dikeramatkan warga Kelurahan Bangkala yg tertimpa pohon tumbang akibat angin kencang.
"Makam keramat itu diyakini makam "boe ri bungung batua" yg dikenal sejarahnya sebagai titisan buaya putih dan kekuasaannya berada di Sungai Tallo Makassar," kata dia.
Objek wisata Waruga atau kuburan kuno leluhur Minahasa di Desa Sawangan ini menyimpan mitos tentang beberapa ular hitam penjaga kuburan. Objek wisata ini terletak di Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Penampakan beberapa ular hitam itu diakui masyarakat setempat. Masyarakat percaya, beberapa hewan melata itu sebagai penjaga makam kuno leluhur orang Minahasa yg dikeramatkan.
"Itu pertanda untuk masyarakat seandainya lokasi ini memang dijaga dan diawasi para leluhur," ujar penjaga Waruga Sawangan, Anton Jatuna.
Jatuna menambahkan, tak segala orang dan setiap ketika dapat melihat beberapa ular hitam itu. Sekalinya muncul atau ada yg melihat, kemunculannya diyakini warga sebagai sebuah pertanda kemunculan bencana alam.
"Waspada bencana alam atau juga perubahan musim dan petunjuk lainnya," ujar Jatuna.
Selain itu, menurut dia, Waruga yg ditangani oleh Balai Pelestarian Budaya Sulut ini memiliki 144 kuburan kuno peninggalan leluhur warga suku asli Tonsea, Minahasa. Seluruh makam itu dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Masyarakat secara adat Tonsea kadang menggelar upacara adat di lokasi tersebut.
"Di lokasi ini memiliki 144 kuburan tua yg sangat disakralkan oleh warga Tonsea. Bahkan kadang ada upacara adat di sini," ujar dia.
Dengan keunikan sejarah dan cerita, lokasi itu menjadi salah sesuatu destinasti wisata di Kabupaten Minut. Namun, kompleks Waruga ituternyata masih kurang diminati wisatawan, khususnya wisatawan asing.
Setiap bulannya, cuma sekitar 50 wisatawan asing saja berkunjung ke kuburan tua itu. Tentunya, hal ini sangat memperihatinkan, mengingat Pemprov Sulut sangat gencar menarik wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulut lewat penerbangan langsung.
"Tiap bulan paling hanya 50 wisman yg datang. Kalaupun ramai, itu nanti libur panjang dan banyak didominasi oleh wisatawan domestik," tutur Jatuna.
Pemkab Minut memiliki visi pengembangan pariwisata di daerah ini. Tapi, baik Pemkab Minut maupun Pemprov Sulut dinilai tak berkontribusi maksimal bagi meningkatkan kunjungan wisman ke objek wisata kebudayaan tersebut.
Pemprov Sulut lebih banyak mempromosikan wisata bahari di Sulut, ketimbang wisata kebudayaan. Selain itu, belum ada inovasi program buat tidak mengurangi daya tarik ke objek wisata itu juga menjadi faktor yang lain kurangnya minat wisman berkunjung ke kompleks kuburan kuno itu.
Terpisah, Wakil Bupati Minut, Joppy Lengkong mengaku, pihaknya selalu menggenjot potensi wisata di daerahnya, tidak terkecuali wisata Waruga. Hal itu guna meningkatkan kunjungan wistawan, khususnya wisatawan asing ke Kabupaten Minut.
"(Kita selalu genjot potensi wisata) Termasuk di kawasan Waruga, meskipun memang belum maksimal," ujar Joppy.
Sejumlah warga Desa Kaliwadas, Blok Tukmudal Cantil, Kelurahan Kaliwadas, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, digegerkan dengan temuan beberapa makam keramat di sekitar Balong Tukmudal Awal Tirta Kencana Biru.
Makam tersebut disinyalir petilasan Ki Syekh Danuwarsi dan Pangeran Walangsungsang yg yaitu putra Prabu Siliwangi. Makam yg ditemukan pada pertengahan Januari tersebut sebelumnya berada beberapa meter di dalam tanah.
"Makam ini baru kami angkat dan ditemukan setelah peresmian situs Balong Tukmudal Awal dengan Keraton Kanoman Cirebon," kata pendamping Sultan Kanoman Cirebon ke-12 Raja Moch Emirudin, Elang Aji Nurasa, Senin 13 Februari 2017.
Elang Aji mengatakan, makam tersebut sengaja digali dan diangkat berdasarkan cerita warga setempat. Menurut Aji, warga terus mencari tahu kebenaran cerita terkait keberadaan makam keramat itu.
Maka itu, dia bersama warga berinisiatif menggelar ritual dan doa bersama memohon petunjuk keberadaan makam tersebut. "Alhamdulillah diberi petunjuk Allah dan makam kita temukan," sebut dia.
Dalam temuan tersebut, beberapa makam cuma berisi petilasan dari beberapa tokoh besar pelopor Cirebon. Keberadaan makam ini juga tak lepas dari sejarah awal mula terbentuknya Cirebon.
Dia menuturkan, Syekh Danuarsi dan Pangeran Walangsungsang yaitu salah sesuatu tokoh besar Cirebon pada abad 11 dan 12 Masehi. Pada ketika itu, masyarakat di Desa Tukmudal Awal belum mengenal ajaran Islam secara utuh.
Pangerang Walangsungsang, kata dia, ketika itu tengah berguru ilmu kebatinan dengan Syekh Danuarsi. Di tengah perjalanan, Syekh Danuarsi meminta Pangeran Walangsungsang memperdalam ajaran Islam yg sempurna.
Mengikuti perintah gurunya, Walangsungsang bertemu Syekh Nurjati dan belajar memperdalam agama Islam. "Pangeran Walangsungsang di masyarakat kalian dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cirebon. Makam ini feeling aku terdapat banyak pusaka cuma masih gaib dan belum bisa ditemukan," ujar dia.
Singkat cerita, setelah belajar dan menemukan Islam sejati, Walangsungsang kembali ke Desa Tukmudal Awal bagi mengislamkan masyarakat padukuhan. Ia mengislamkan warga Padukuhan di bawah Pinayung Layang Kalimusada (musala) sebagai tempat mengucapkan beberapa kalimat syahadat dan menjadi tempat ibadah warga desa.
"Saat itu juga, Walangsungsang dan Syekh Danuwarsi memperoleh Islam yg sempurna dan meninggalkan tradisi Budha-nya. Di samping makam juga ada musala yg kita yakini seusia dengan makam yg telah kita temukan. Ke depan mulai kita bangun musala juga," kata Aji.
Selain menjadi situs sejarah, temuan makam dan musala juga bermakna filosofis. Aji menuturkan, keberadaan situs baru ini memaknai agar manusia tak tinggi hati.
"Keberadaan situs ini mengingatkan kami agar manusia tak lupa dengan penciptanya karena nanti juga mulai meninggal. Jadi, semasa hidup agar tak lupa menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan yg diajarkan oleh Islam," tutur dia.
Sementara itu, Juru Kunci Sumur Tukmudal Awal, Syafrudin menuturkan, temuan situs ini agar tak dijadikan tempat buat berzikir, ibadah maupun Itikaf. Sebab ini cuma situs yg menjadi bagian dari sejarah Cirebon.
"Jadi kalian berharap agar makam tersebut dimuliakan, apalagi di samping makam ada mushola, jadi mulai kalian manfaatkan dengan baik sesuai ajaran Islam," ujar dia.
Dia mengaku telah berunding bersama warga setempat bagi menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah Cirebon. Dia juga menginginkan agar siapapun yg berkunjung tak menjadikannya sebagai tempat pemujaan karena cuma dikeramatkan.
"Siapapun yg mulai mengunjungi makam ini agar terus mengingat kalian pasti juga mulai meninggal. Jadi jangan dijadikan sarana buat mencari berkah dan rejeki, ujar Syafrudin.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Cerita Makam-Makam Keramat, Ular Gaib Sampai Pohon Tumbang

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!