idaraya

Di Balik Aksi Cabut BAP Kasus E-KTP

Di Balik Aksi Cabut BAP Kasus E-KTP

Jakarta -, Kasus dugaan korupsi KTP elektronik atau e-KTP memasuki babak baru. Miryam S Haryani, saksi yg juga mantan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat RI mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di persidangan keempat pada 23 Maret 2017.

Politikus Partai Hanura itu mengaku mendapat tekanan dari penyidik ketika pemeriksaan. Menurut dia, pernyataan yg telah tertulis di BAP cuma buat menyenangkan penyidik.

Baca Juga

NEWS FLASH: 7 Orang Saksi Dihadirkan Dalam Sidang Kasus E-KTP KPK Siap Tayangkan Video Pemeriksaan Miryam di Sidang Kasus E-KTP KPK Resmi Tahan Andi Narogong Tersangka Pengatur Tender E-KTP

"Saya takut, aku diancam sama penyidik, pemberian jawaban di BAP itu cuma bagi menyenangkan mereka, aku jawab asal-asalan Pak. Jadi tak pernah aku mampu uang (50 Juta dari Ketua Komisi II)," kata dia sambil menangis ketika itu.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor pun meminta jaksa KPK dihadirkan di sidang e-KTP lanjutan. Di sidang kelima, Kamis 30 Maret 2017, tiga penyidik KPK yakni, Novel Baswedan, Irwan Susanto, dan Damanik pun dihadirkan sebagai saksi buat dikonfrontir dengan informasi Miryam.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Miryam mengaku sempat diancam penyidik senior KPK Novel Baswedan. Ancaman itu diterima ketika pemeriksaan pertama sebagai saksi terhadap tersangka Irman dan Sugiharto.

"Pertama kali disidik, Pak Novel bilang, sebenarnya ibu (Miryam) mau ditangkap dari tahun 2010," ujar Miryam di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 30 Maret 2017.

Selanjutnya pada pemeriksaan kedua, Miryam mengaku masih juga tertekan dengan omongan Novel. Terlebih ketika pemeriksaan yg berlangsung di ruangan berukuran 2x2 meter, dirinya kerap ditinggal oleh penyidik.

"Pemeriksaan kedua juga aku masih tertekan. Masih trauma dengan omongan itu. Dari pagi sampai maghrib kadang ditinggal. Dikasih makan sih, tetapi ditinggal terus," kata Miryam.

Pada pemeriksaan ketiga, Miryam meminta kepada para penyidik bagi memeriksanya lebih cepat. Kala itu dia mengaku masih dalam kondisi tertekan. "Ditambah aku ditelepon, ibu aku sakit," ucap Miryam.

Pada pemeriksaan keempat, Miryam mengungkapkan dirinya dibuat mabuk lantaran mulut Novel Baswedan tercium aroma durian.

"Saya mual dan pusing, muntah-muntah," ujar Politikus Hanura tersebut.

Mendengar peryataan Miryam, Novel pun mengatakan pembelaan kepada majelis hakim sidang e-KTP. Menurut dia, apa yg disampaikan Miryam tak semuanya benar. "Kalau ibunya sakit, iya, aku tahu itu," ucap Novel.

Sementara terkait pernyataan Miryam yg mual di sebuah lorong, dikatakan Novel itu tak benar. Novel beranggapan seandainya Miryam mual dan kelihatan sakit maka mulai dipanggilkan dokter.

"Untuk mulut aku yg bau durian. Saya memang makan kue dari rekan saya, rasanya rasa durian. Tapi aku tak makan durian, karena tak boleh ke Gedung KPK bawa durian," jelas Novel.

Untuk ancaman penangkapan Miryam pada pemeriksaan pertama, Novel membenarkan hal tersebut.

"Dalam proses operasi tangkap tangan di tahun 2010, saksi ada dalam proses penyadapan, dan berbicara soal uang. Artinya penyidik berkeyakinan sekali dia terbiasa menerima uang. Saya rasa bukti rekaman itu bagi proses penyidikan nanti," kata Novel.

Ketiga penyidik KPK membantah menekan Miryam dan pemeriksaan. Mereka mulai membongkar pihak yg menekan politikus Partai Hanura itu.

"Beliau disuruh oleh pihak yg dikatakan adalah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat buat tak mengakui fakta menerima dan membagi-bagi uang. Yang bersangkutan dikatakan kalau sampai mengaku, nanti dijebloskan," ujar Novel Baswedan di hadapan Majelis Hakim, Kamis 30 Maret 2017.

Novel mengatakan, ada enam orang yg diduga menekan Miryam agar tak mengakui fakta menerima uang.

Ancaman tersebut disampaikan Miryam kepada penyidik KPK yg memeriksanya pertama kali di KPK yakni Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Santoso.

"Ada enam, pertama Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding. Dan sesuatu lagi aku lupa namanya," kata Novel.

Novel juga sempat menyarankan agar Miryam memberikan informasi yg jujur. Jika tidak, proses hukum yang lain mulai selalu membuntutinya, yakni memberikan informasi palsu.

"Kami telah katakan seperti itu. Bahkan kita menyarankan saksi (Miryam) bagi meminta bantuan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," kata Novel.

Semua yg disampaikan Novel juga dibenarkan beberapa penyidik lainnya. Irwan Susanto bahkan menyampaikan Miryam dalam kondisi baik-baik ketika memberikan informasi di penyidikan.

"Kami tak melihat saksi dalam kondisi tertekan, dia senyum dan tertawa, bicara dengan santun. Kami tak melihat dia dalam kondisi tertekan," tegas Irwan.

Novel juga membeberkan perihal bancakan proyek yg merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Untuk pembagian (uang) kepada anggota dikompulir (dikumpulkan) oleh Kapoksi. Seingat aku tak sesuatu per satu," ujar Novel.

Dia menjelaskan, sejumlah uang korupsi e-KTP tersebut dibedakan nominalnya. ‎Menurutnya, uang tersebut dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yakni bagi anggota dan kapoksi.

‎"Sudah ditaruh di amplop, mana yg buat anggota, mana bagi kapoksi," kata Novel.

Disebut sebagai pihak yg menekan Miryam S Haryani bagi tak mengakui aksi bagi-bagi uang e-KTP, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo angka bicara. Dia membantah menekan Miryam.

"Saya minta buka siapa sumber? Kredibel enggak? Kapan aku berkomukasi atau bertemu? Bagaimana cara aku menekannya. Jelas, ada upaya pembunuhan karakter pada diri saya," kaya Bambang Soesatyo dalam informasi tertulis yg diterima , Kamis 30 Maret 2017.

Dia mengatakan, bahkan sempat ragu dengan peryataan Miryam diancam dan ditekan oleh penyidik KPK ketika pemeriksaan karena segala termonitor oleh kamera.

"Kok sekarang malah aku yg diisukan. Menekan Miryam? Saya mulai perkarakan. Sangat tendensius dan cenderung fitnah," ucap politikus Partai Golkar tersebut.

Bambang mengaku menyesalkan pernyataan penyidik Novel Baswedan dalam persidangan masalah e-KTP pagi ini. Sebab, tanpa melakukan cross check terdahulu.

"Jelas aku dan dua teman Anggota Komisi III sangat dirugikan dengan tudingan Miryam tersebut sebagaimana dikutip Novel," kata dia.

Bambang pun menyatakan mulai melaporkan tindakan pencemaran nama baiknya dan fitnah itu ke Bareskrim Mabes Polri. Dia mulai menjadikan informasi Novel di pengadilan tersebut dan mulai meminta rekaman Miryam kepada pimpinan KPK ketika pemeriksaan yg membawa namanya dan sejumlah anggota Komisi III DPR.

"Ini telah keterlaluan dan tak boleh dibiarkan seseorang Miryam menuduh-nuduh dan menyebut-nyebut nama orang seenaknya," kata dia.

Dia menyatakan, tak sepenuhnya menyalahkan Novel Baswedan. Sebab, penekanan dari penyidik KPK hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu berdasarkan informasi Miryam.

"Tapi harusnya dapat dikonfrontir terlebih lalu ke kita yg namanya dibawa-bawa itu. Jadi, aku melihat Miryam ini sedang berusaha memfitnah sana-sini," kata dia.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, menyatakan belum pernah bertemu Miryam meskipun sesama anggota dewan di Senayan, khusus bagi membahas perkara e-KTP.

"Bahwa aku belum pernah ketemu Miryam membicarakan khusus masalah e-KTP. Meskipun sama-sama anggota Dewan Perwakilan Rakyat namun aku sangat jarang sekali ketemu Bu Miryam. Karena kita berada dalam komisi dan fraksi yg berbeda," kata Masinton kepada di Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Masinton menerangkan, pengakuan Miryam tersebut tak benar. Politikus PDIP ini mengaku sudah menanyakan kepada Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa, yg juga namanya disebut Novel Baswedan dalam pengakuan Miryam.

"Saya nyatakan bahwa tuduhan itu tak benar. Ketika aku ketemu dengan Mas Bambang Soesatyo dan Desmon Mahesa barusan di ruang meeting Komisi III beliau juga membantah rumor tersebut," ucap Masinton.

Bantahan Aziz Syamsuddin

Sementara itu, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aziz Syamsuddin juga membantah pernyataan Miryam yg menyebut dirinya memberi tekanan kepada Miryam agar tak mengaku membagi-bagikan uang proyek tersebut.

Aziz mengaku tak pernah berbicara dengan Miryam soal e-KTP. Terlebih, ia menambahkan, keduanya tak pernah berada dalam sesuatu komisi di DPR.

"Tidak benar, kami tak pernah sesuatu komisi sama Ibu Miryam, kalian juga kaget Ibu Miryam menyatakan hal seperti itu. Saya juga bercerita sama Pak Masinton memang kami pernah ngobrol, aku bilang aku enggak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan tak pernah bicara," kata Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Menurut Aziz, pernyataan Miryam itu harus dibuktikan kebenarannya di hadapan majelis hakim di persidangan.

"Beliau menyampaikan itu dalam persidangan tentu itu yaitu fakta hukum harus diperhatikan hakim, apabila Miryam tak dapat membuktikan bahwa informasi di muka pengadilan itu bagian dari fakta hukum, itu bisa yaitu kena tindak pidana tersendiri tindak pidama tersendiri itu harus diusut oleh hakim," beber Aziz.

Politikus Partai Golkar ini mengakui mengenal Miryam S Haryani, tetapi hanya sebatas sesama anggota dewan.

Sarifuddin Suding mengaku tak mengerti dengan tuduhan menekan Miryam dalam perkara e-KTP tersebut. Dia menyampaikan tudingan penyidik KPK Novel Baswedan membingungkan.

"Saya sendiri juga tak mengerti. Kapan dan di mana aku dekatnya aku sendiri enggak mengerti. Saya betul-betul bingung dan enggak ngerti saya," kata Sudding kepada di Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Menurut dia, meskipun sesuatu fraksi, dia tak pernah membicarakan soal e-KTP dengan Miryam. Terlebih, dia dan Miryam beda komisi.

"Saya sendiri enggak tahu ya. Saya enggak ngerti karena enggak pernah bicara dengan dia soal e-KTP. Kapan dan dimana aku datangnya. Makanya aku bingung, kenapa dapat lari ke Komisi III ya kan," ujar Sudding.

Dia menegaskan tak tahu sama sekali tentang masalah e-KTP. Apalagi sampai menekan Miryam bagi tak mengakui soal bagi-bagi uang proyek tersebut.

"Makanya aku heran. Saya benar-benar enggak ngerti gitu lho, jadi betul-betul aku enggak tahu karena enggak pernah bicara soal e-KTP. Apalagi itu kan di Komisi II kok lari ke Komisi III ya," tandas politikus Partai Hanura tersebut.

Mantan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Miryam S Haryani tetap pada keputusannya mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Miryam juga bersikeras tidak mengaku menjadi bagian dari korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasi elektronik atau e-KTP.

Mendengar pembelaan Miryam, Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar pun meminta pernyataan dari terdakwa Sugiharto. Dalam pernyataannya, Sugiharto menegaskan dirinya benar memberikan uang kepada Miryam sebanyak empat kali.

"Pertama Rp 1 miliar, kedua USD 500 ribu, ketiga USD 100 ribu, keempat Rp 5 miliar. Total, USD 1,2 juta," kata Sugiharto di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Mendengar pernyataan Sugiharto, hakim John pun kembali bertanya kepada Miryam. "Keterangan Anda disangkal terdakwa. Ada empat kali penerimaan uang dari saudara terdakwa. Apakah benar," tanya hakim John.

Tak mau pindah dari informasi sebelumnya, Miryam tetap menyampaikan tidak pernah menerima uang tersebut. "Tidak benar dan aku tak pernah menerimanya," tegas Miryam.

Miryam yaitu salah sesuatu saksi yg dihadirkan bagi terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam S Haryani disebut sebagai pihak yg membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana sebesar USD 23 ribu.

Diketahui, beberapa mantan anak buah Gamawan Fawzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Irman yaitu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yg diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga telah memutuskan sesuatu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai operator penting bancakan proyek e-KTP.

 

 

 

 

 

 

 

 







Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Di Balik Aksi Cabut BAP Kasus E-KTP

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Di Balik Aksi Cabut BAP Kasus E-KTP "