idaraya

KOLOM BAHASA: Sejarah Perkembangan KBBI

KOLOM BAHASA: Sejarah Perkembangan KBBI

Jakarta, Perkembangan perkamusan di Indonesia tak dapat dilepaskan dari peran lembaga pemerintah yg mengurusi persoalan kebahasaan, merupakan Pusat Bahasa--yang pada awalnya yaitu lembaga bahasa di Universiteit van Indonesia.

Namun, sebelum lembaga bahasa berdiri di Nusantara, sekumpulan daftar kata telah lebih dahulu ada. Seperti dilansir dari Wikipedia, karya leksikografi tertua dalam sejarah studi bahasa di Indonesia adalah daftar kata Tionghoa-Melayu pada awal abad ke-15 yg berisi 500 lema (kata). 

Selain itu, ada daftar kata Italia-Melayu yg disusun oleh Pigafetta pada 1522. Kamus antarbahasa tertua dalam sejarah bahasa Melayu adalah Spraeck ende woord-boek, Inde Malaysche ende Madagaskarsche Talen met vele Arabische ende Turcsche Woorden karya Frederick de Houtman yg diterbitkan pada 1603.

Selanjutnya, pada abad 19, kamus ekabahasa bahasa Melayu pertama di Nusantara yg ditulis Raja Ali Haji, berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, merupakan Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yg pertama, terbit. Kitab ini sebenarnya bukan kamus murni, tetapi kamus ensiklopedia buat keperluan pelajar.

Barulah pada pertengahan abad ke-20, Pusat Bahasa—kala itu bernama Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan Universitas Indonesia—menerbitkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1953) karya Wilfridus Joseph Sabarija Poerwadarminta. Kamus karya Poerwadarminta ini dianggap sebagai tonggak pertumbuhan leksikografi Indonesia.

Pada edisi cetak ke-5 pada 1976, tim Bidang Perkamusan Pusat Bahasa Republik Indonesia yg terdiri atas Harimurti Kridalaksana (konsultan), Sri Timur Suratman (koordinator), Sri Sukesi Adiwimarta (koordinator), serta dua anggota yang lain menyusun dan menyesuaikan ejaannya. Tercatat, seribu lema ditambahkan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke-5 ini. Hingga 1987, kamus ini sudah dicetak ulang hingga 10 kali.

Usai terbitnya Kamus Umum Bahasa Indonesia (1953) karya Poerwadarminta, Pusat Bahasa kembali menerbitkan kamus ”generasi baru”, merupakan Kamus Bahasa Indonesia. Meski cuma beredar di kalangan tertentu, kamus ini diproyeksikan menjadi kamus besar dan baku. Namun karena jumlah lema dan keterangan yg disajikan di dalamnya masih sedikit, Pusat Bahasa berpendapat kamus ini belum layak disebut kamus besar.

Karena itulah, Pusat Bahasa membentuk sebuah tim yg bertugas menyusun sebuah kamus besar. Tim ini dipimpin oleh Anton M Moeliono yg bertindak sebagai penyunting penyelia. Kamus yg diberi nama Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ini diterbitkan ketika Kongres Bahasa Indonesia V pada 28 Oktober 1988.

KBBI edisi pertama ini memuat kurang lebih 62.100 lema. KBBI menjadi acuan tertinggi bahasa Indonesia yg baku karena menjadi yg terlengkap dan terakurat. KBBI edisi pertama dicetak ulang sekaligus mengalami empat kali revisi, merupakan 1988, 1989, 1990, dan 1990.

Karena banyaknya saran dan kritik dari berbagai pihak, disusun dan direvisilah edisi pertama ini, sehingga terbit KBBI edisi kedua pada 1991 yg disusun di bawah pimpinan Hasan Alwi. Jumlah lema yg ada dalam edisi ini sekitar 72.000. Edisi kedua ini juga mengalami cetak ulang dan tentu saja revisi.

Edisi kedua ini juga mendapat perbaikan, sehingga terbitlah Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga pada 2001 yg disusun di bawah pimpinan Dendy Sugono. Jumlah lema yg ada dalam edisi ini kurang lebih 78.000 dan 2.034 peribahasa. KBBI edisi ketiga ini dicetak ulang dan tiga kali direvisi, merupakan pada 2001, 2002, dan 2005.

Selanjutnya, bersamaan dengan peringatan Bulan Bahasa Indonesia 2008, Pusat Bahasa kembali menerbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat pada bulan Oktober. Di edisi keempat ini terdapat peningkatan jumlah lema. Dalam edisi keempat ini, ada 90.049 lema yg terdiri dari 41.250 buah lema pokok dan 48.799 buah sublema. Selain itu, peribahasa dalam edisi ini juga bertambah beberapa buah menjadi 2.036 buah peribahasa.

Tak cuma perkembangan jumlah lema dan sublema, KBBI edisi keempat juga mengalami perbaikan definisi atau penjelasan lema dan sublemanya. Di antaranya, penambahan makna, perbaikan bagi penulisan nama Latin hewan dan tumbuhan, perubahan urutan sublema, dan perbaikan isi lampiran. Perbaikan-perbaikan ini dikerjakan berdasarkan saran dan kritik masyarakat yg disampaikan kepada Pusat Bahasa.

Kini, sembilan tahun setelah KBBI edisi keempat diluncurkan, Pusat Bahasa yg sudah bersalin nama menjadi Badan Bahasa kembali berencana menelurkan KBBI edisi kelima. Gagasan menerbitkan edisi lanjutan dari KBBI sebenarnya telah sejak tahun dahulu (2016) digaungkan. Pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2016, Badan Bahasa launching empat aplikasi baru dalam bidang kebahasaan, salah satunya Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kelima.

KBBI kelima edisi daring ini kemudian bisa diakses melalui laman kbbi.kemdikbud.go.id. Melalui laman itu, masyarakat bisa memberikan saran atas entri atau definisi yg termuat dalam kamus daring ini.
Beberapa bulan setelah itu, Badan Bahasa berencana buat mencetak secara massal KBBI edisi kelima.Kepala Badan Pemgembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dadang Sunendar berpose memegang Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid V di Jakarta, Selasa (20/12). (/Helmi Fithriansyah)

Rencana itu disampaikan dalam “Lokakarya Pemutakhiran Kamus Besar Bahasa Indonesia” yg dihelat Badan Bahasa, pada Jumat, 31 Maret 2017. Seperti yg disampaikan Kepala Bidang Pengembangan, Dr Dora Amalia, lokakarya ini bertujuan agar masyarakat mampu memberikan saran dan perbaikan buat KBBI edisi lima sebelum dicetak secara massal.

Untuk itu, dua panelis dalam berbagai bidang dan dua perwakilan seperti dari akademisi, himpunan penerjemah, dan jurnalis diundang bagi memberikan pandangan serta saran. Panelis yg hadir mengatakan pandangannya adalah Hasan Ashapani (penyair, jurnalis, penulis), M Djoko Yuwono (penulis, pegiat sosial dan budaya), Pendeta Daniel Budiman (rohaniwan GKI Depok), Junayah HM (pemerhati bahasa), Relly Komaruzaman (pemerhati bahasa), dan Totok Suhardijanto (akademisi FIB UI).

Dora berjanji semua masukan, saran, dan kritik yg disampaikan para panelis dan para peserta lokakarya mulai dicatat demi perbaikan KBBI edisi terbaru.

Qodratillah (2009) menegaskan sebuah kamus yg hidup adalah kamus yg selalu mengikuti perkembangan zaman. Dalam tradisi leksikografi, sebuah kamus setidaknya direvisi dan diperbaharui lima tahun sekali demi terus mengikuti perkembangan zaman.

Meski sedikit terlambat—berjarak sembilan tahun dari edisi sebelumnya—rencana pencetakan KBBI edisi kelima secara massal oleh Badan Bahasa patut diapresiasi. Lokakarya yg digelar Badan Bahasa juga perlu dipuji. Dengan ini, masyarakat bisa pula merasa “memiliki”bahasa Indonesia karena mereka turut berperan aktif mengusulkan dan mengoreksi kamus edisi sebelumnya.



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: KOLOM BAHASA: Sejarah Perkembangan KBBI

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " KOLOM BAHASA: Sejarah Perkembangan KBBI "