idaraya

Membedah Aturan Terbaru Soal Mekanisme Pemberhentian PNS

Membedah Aturan Terbaru Soal Mekanisme Pemberhentian PNS

Jakarta -, Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yg ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, terdapat mekanisme pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penanganannya.

Dikutip dari laman Kemenpan.go.id, Minggu (23/4/2017), skema-skema itu di antaranya pemberhentian atas permintaan sendiri, karena mencapai batas usia pensiun, dan karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.

Menurut PP ini, PNS yg mengajukan permintaan berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud mampu ditunda buat paling lama sesuatu tahun, apabila PNS yg bersangkutan masih diperlukan bagi kepentingan dinas.

Sementara dalam pasal 238 ayat (3) PP ini menyebutkan permintaan berhenti ditolak apabila:

a. Sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;

b. Terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Dalam pemeriksaan pejabat yg berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS;

d. Sedang mengajukan upaya banding administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tak atas permintaan sendiri sebagai PNS;

e. Sedang menjalani hukuman disiplin; dan/ atau

f. Alasan yang lain menurut pertimbangan PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian

Adapun PNS yg sudah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud yaitu:

a. Usia 58 tahun buat pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;

b. Usia 60 tahun untuk pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya;

c. Usia 65 tahun untuk PNS yg memangku pejabat fungsional ahli utama.

“Batas Usia pensiun untuk PNS yg menduduki JF (Jabatan Fungsional) yg ditentukan dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yg ditetapkan dalam undang-undang yg bersangkutan,” bunyi Pasal 240 PP ini.

PP ini juga menyebutkan, dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yg mengakibatkan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih lalu disalurkan pada instansi pemerintah lain.

Dalam hal terdapat PNS yg bersangkutan tak mampu disalurkan, dan pada ketika terjadi perampingan organisasi telah mencapai usia 50 tahun dan masa kerja 10 tahun, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila PNS sebagaimana dimaksud:

a. Tidak mampu disalurkan pada instansi lain;

b. Belum mencapai usia 50 tahun;

c. Masa kerja kurang dari 10 tahun, PNS diberikan uang tunggu paling lama 5 tahun. Dan apabila sampai dengan 5 tahun PNS sebagaimana dimaksud tak bisa disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


“Dalam hal pada ketika berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud  belum berusia 50 tahun, jaminan pensiun untuk PNS akan diberikan pada ketika mencapai usia 50 tahun,” bunyi Pasal 241 ayat (5) PP Nomor 11 Tahun 2017.

PP ini juga menyebutkan, PNS yg tak cakap jasmani dan/atau diberhentikan dengan hormat apabila:

a. Tidak mampu bekerja lagi dalam seluruh karena kesehatannya;

b. Menderita penyakit atau kelainan yg berbahaya untuk dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya;

c. Tidak bisa bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit.

Ketentuan mengenai tak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yg dibentuk oleh menteri yg menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan beranggotakan dokter pemerintah.

“PNS yg diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal  242 ayat (5) PP ini.

Menurut PP ini, PNS yg meninggal dunia atau tewas diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PNS dinyatakan meninggal dunia apabila:

a. Meninggalnya tak dalam dan karena menjalankan tugas;

b. Meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu;

c. Meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Sedangkan PNS dinyatakan tewas apabila meninggal:

a. Dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya;

b. Dalam kondisi yang lain yg ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematian itu disamakan dengan kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau jasmani yg didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya atau kondisi yang lain yg ada hubungannya dengan kedinasan; 

d. Karena perbuatan anasir yg tak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan anasir itu.

Untuk PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan kemauan PNS yg bersangkutan apabila:

a. Tidak diketahui keberadaannya;

b. Tidak diketahui masih hidup atau sudah meninggal dunia.

“PNS yg hilang sebagaimana dimaksud dianggap sudah meninggal dunia dan bisa diberhentikan dengan hormat sebagai PNS pada akhir bulan ke-12 sejak dinyatakan hilang,” bunyi Pasal 244 ayat (4) PP ini.

Dalam hal PNS yg hilang sebagaimana dimaksud ditemukan kembali dan masih hidup, menurut PP ini, bisa diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yg bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun. Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud dikerjakan setelah PNS yg bersangkutan diperiksa oleh PPK dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud terbukti hilang karena kemauan dan kemampuan yg bersangkutan, PNS yg bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 245 ayat (3) PP ini.

PP ini  menegaskan, PNS bisa diberhentikan dengan hormat atau tak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yg sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yg dikerjakan tak berencana.

PNS yg dipidana dengan pidana penjara 2 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yg sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana tak dengan berencana, menurut PP ini, tak diberhentikan sebagai PNS apabila:

a. Perbuatannya tak menurunkan harkat dan martabat dari PNS;

b. Mempunyai prestasi kerja yg baik;

c. Tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah diaktifkan kembali;

d. Tersedia lowongan jabatan.

"PNS yg tak diberhentikan sebagaimana dimaksud, selama yg bersangkutan menjalani pidana penjara maka tetap bersatus sebagai PNS dan tak menerima hak kepegawaiannya sampai diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 249 ayat (1) PP ini.


PNS sebagaimana dimaksud diaktilkan kembali sebagai PNS apabila tersedia lowongan Jabatan. Dalam hal tak tersedia lowongan jabatan, menurut PP ini, dalam jangka waktu paling lama 2 tahun, PNS yg bersangkutan diberhentikan dengan hormat.


PP ini juga menegaskan, PNS diberhentikan tak dengan hormat apabila:

a. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yg sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yg ada hubungannya dengan Jabatan dan/ atau pidana umum;

c. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;

d. Dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yg sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yg dilalukan dengan berencana.

Sedangkan PNS yg dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 tahun berdasarkan putusan pengadilan yg sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan berencana, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat tak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

PP ini menyebutkan, PNS diberhentikan dengan hormat tak atas permintaan sendiri apabila melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yg mengatur mengenai disiplin PNS.

PNS juga wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada ketika ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan perwakilan Ralryat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yg bertugas melaksanakan pemilihan umum.

PNS yg tak menjabat lagi sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial, ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menteri dan jabatan setingkat menteri, kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yg berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, menurut PP ini, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS apabila dalam waktu paling lama 2 tahun tak tersedia lowongan Jabatan.

PP ini juga menegaskan, PNS yg terbukti memakai ijazah palsu dalam pembinaan kepegawaian diberhentikan dengan hormat tak atas permintaan sendiri.

“Peraturan Pemerintah ini akan berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364 Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yg sudah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu.



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Membedah Aturan Terbaru Soal Mekanisme Pemberhentian PNS

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Membedah Aturan Terbaru Soal Mekanisme Pemberhentian PNS "