Washington, DC -, Pada 13 Mei 1973, di tengah perjuangan kesetaraan gender di Amerika Serikat, seorang atlet tenis bernama Bobby Riggs bertanding melawan petenis perempuan Margaret Court pada sebuah duel berhadiah US$ 10.000 (setara Rp 133 juta buat kurs ketika ini).
Saat itu, Riggs yg berusia 55 tahun yaitu veteran tenis kawakan pada periode 1930-an hingga 1940-an. Sekitar tahun 1970-an, juara Wimbledon 1939 itu yaitu salah sesuatu laki-laki yg skeptis dan penuh sindiran terhadap gerakan kesetaraan hak perempuan, khususnya pada cabang olahraga tenis.
Baca Juga
5 Momen Menarik Sejak Terakhir Kali Liverpool Juara Liga Inggris 5 Petinju Seksi yg Menggoda Mata Pria Kalahkan Jacobs, Golovkin Masih Petinju Penguasa Kelas MenengahPertandingan yg dikoordinasikan oleh sang juara Wimbledon itu diberi label dengan nama 'a battle of the sexes' (pertarungan antar macam kelamin) dan diselenggarakan di San Vincente Country Club, San Diego, California, tidak jauh dari kediaman Riggs.
Tak cuma itu, buat tidak mengurangi skeptisisme-nya terhadap perempuan di bidang tenis, Riggs menyelenggarakan pertandingan tersebut tepat pada perayaan Hari Ibu di AS yg juga jatuh pada tanggal 13 Mei.
Sebelum mengajak duel Margaret Court, pria yg memenangi Kejuaraan Prancis Terbuka 1939 itu terlebih dulu menantang Billy Jean King, atlet tenis perempuan yang lain yg diberi label oleh Riggs sebagai 'pemimpin kesetaraan atlet tenis perempuan' yg dimaksudkan sebagai sebuah sindiran.
Billy King, pemenang Wimbledon 1966, tidak mau meladeni sang pria yg seksis itu dan memilih buat mengabaikan tantangan Riggs.
Namun, tantangan Riggs bak gayung bersambut oleh Margaret Court yg memiliki riwayat 89 kali menang dalam 92 pertandingan terakhir.
:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1592361/original/037083100_1494594479-Margaret_Court_July_1970a.jpg)
Skeptisisme dan sindiran Riggs lantang ia utarakan kepada media sebelum hari pertandingan. Sementara Court, yg juga berstatus sebagai ibu sesuatu anak, memilih buat sedikit bersuara.
Hingga tibalah hari pertandingan yg ditunggu banyak pihak pada 13 Mei 1973.
Pertandingan antara Riggs dan Court tidak cuma menandai perbedaan macam kelamin, namun juga menandai perbedaan gaya bermain keduanya. Court yaitu petenis dengan gaya 'serve-and-volley', sementara Riggs yaitu seorang 'baseliner'.
Gaya 'serve-and-volley' diawali dengan melakukan servis bola (serve) dan diikuti manuver mendekat cepat ke net sebelum lawan mengembalikan bola. Tujuannya adalah agar si pemberi servis mampu siap lebih awal buat melakukan pukulan volley keras nan cepat saat bola yg dikembalikan lawan tiba.
Sementara itu gaya 'baseliner' yaitu taktik bermain bertahan di garis ujung lapangan (base line) dengan tujuan buat melambatkan tempo permainan, menunggu kesalahan lawan, dan mengembalikan bola dengan pukulan counter-puncher yg kuat nan mematikan.
Ternyata gaya permainan Riggs melemahkan taktik permainan Court. Alhasil, ibu sesuatu anak itu harus menerima kedigdayaan mantan petenis nomor sesuatu dunia edisi 1939 tersebut dengan skor akhir 6-2 dan 6-1 bagi keunggulan Riggs.
Tak puas mengalahkan Court, pria seksis itu masih ingin menyimpan gelora buat mengalahkan petenis perempuan lain. Ia pun kembali menantang Billie King dan menaikkan taruhan hadiah hingga mencapai US$ 100.000 (setara Rp 1,3 miliar). Akhirnya King menerima tantangan pria kelahiran Lincoln Heights, Los Angeles itu.
Pertandingan Court dan King diselenggarakan pada 20 September 1973. Kali itu, King berhasil memenangi pertandingan dengan skor 6-4, 6-3, dan 6-3.
Setelah kematian Riggs pada 1995, King memberikan pujian kepada sang legenda. King menjelaskan bahwa sikap Riggs yg skeptis dan penuh sindir pada petenis perempuan di tahun 1970-an serta sesumbarnya pada 'battle of the sexes' memiliki porsi tersendiri dalam kesetaraan hak perempuan di sejumlah cabang olahraga, khususnya tenis.
Di tanggal yg sama, tahun 1969, sebuah kerusuhan berbasis etnis dan politik terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia. Kerusuhan itu dikenal dengan nama Traged/Insiden 13 Mei di Negeri Jiran.
Insiden itu disebabkan oleh hasil pemilu yg diklaim oleh alah sesuatu pihak sebagai bentuk diskriminasi. Pada tahun itu, Negeri Jiran tengah dirundung konflik antara etnis Melayu dengan etnis Tionghoa.
Insiden itu yaitu sebuah noktah hitam buat isu pluralisme di Negeri Jiran. Menurut laporan resmi, kerusuhan itu menewaskan sekitar 196 orang. Laporan yang lain bahkan menyebut korban tewas mencapai 600 jiwa. Para korban tewas didominasi oleh etnis Tionghoa.
Sementara itu peristiwa yang lain di tanggal yg sama pada tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II diterjang empat peluru yg diletuskan oleh pemuda yang berasal Turki. Nahas, sang Paus harus tewas akibat luka tembak yg diderita.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: 13-5-1973: Pertama dalam Sejarah Tenis, Duel Pria Versus Wanita

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!