idaraya

KOLOM: Sesungguhnya Timnas Indonesia Sudah Juara

KOLOM: Sesungguhnya Timnas Indonesia Sudah Juara

Jakarta -, Sungguh mengasyikkan menikmati euforia ini. Di kantor, coffe shop, kampus, pasar, warung-warung kopi, bahkan di warung sebelah rumah saya, segala bicara sepak bola.... maksud aku timnas.

Timeline media sosial? Apalagi. Di berbagai platform, belakangan isu timnas juga menjadi sangat “seksi”. Status-status bertemakan tim nasional dengan penuh kata-kata patriotisme bertebaran, sukses menggusur status-status nyinyir, penuh sindiran—tentang apapun—yang sempat membuat aku malas membuka Facebook.

Tim nasional Indonesia memang tengah kembali menjadi primadona di negerinya sendiri. Sukses Andik Vermansyah dan kawan-kawan lolos ke final Piala AFF 2016, jadi pemicunya.

Kini,  selangkah lagi, timnas Indonesia mulai menjadi juara Piala AFF 2016, setelah di laga final pertama, sukses menekuk Thailand 2-1 di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Rabu (14/12/2016). Ya, juara!

Ah, aku tidak dapat membayangkan bagaimana riuhnya timeline akun Facebook saya, bagaimana cerewetnya Pak Umar, sekretaris RT di perumahan tempat aku tinggal, seandainya timnas kalian berhasil mempermalukan Thailand di Stadion Rajamangala, Bangkok, malam ini.
Aksi pemain Indonesia, Zulham Zamrun (kiri) ketika duel lawan Thailand di final 1 di Bogor. (/Helmi Fithriansyah)
Pasalnya, ini mulai jadi pertama kalinya timnas Indonesia bergelar juara Piala AFF, ajang sepak bola paling bergengsi se-Asia Tenggara. Selama ini, sudah empat kali timnas kalian masuk final, terus rontok di partai puncak. Apalagi, terakhir timnas kalian masuk final, enam tahun lalu. Kebetulan, pelatihnya pun sama dengan ketika ini: Alfred Riedl.

“Jadi bagaimana peluang kami Pak? Kan kami udah menang 2-1. Di Thailand kalian hanya butuh imbang kan pak? Eh, kalah kalau 2-3 kalian kan masih mampu juara ya? Tapi, gimana peluangnya, dapat nggak juara....?” Pak Umar nyerocos, setelah berhasil menyetop motor saya, di malam setelah timnas Indonesia mengempaskan Thailand, ketika aku melintas di depan pos keamanan perumahan.

Setiap pulang kerja, aku memang  tidak milik pilihan lain, selain melewati pos keamanan perumahan, tempat Pak Umar Cs kongkow-kongkow. Dan, Pak Umar tidak peduli, begitu saja menyetop motor saya, sambil memberondongkan pertanyaan di atas.

“Juara?? Bisalah pak....kenapa enggak?” aku menjawab terburu-buru,  sambil melanjutkan perjalanan ke rumah. “Pulang lalu pak...,” ujar saya, melambaikan tangan.

Sekali lagi, ini memang mengasyikkan. Sebab, setelah begitu lama kami melupakan timnas, kini romantisme itu dibangkitkan lagi. Dari alam bawah sadar diri kita, begitu saja muncul perasaan itu. Perasaan buat mendukung timnas, keinginan melihat Boaz Solossa, sang kapten timnas, mengangkat trofi Piala AFF tinggi-tinggi.

Lihatlah betapa gilanya antusiasme masyarakat Indonesia ketika final pertama di Pakansari. Wajar saja, stadion di kawasan Cibinong itu tidak dapat menampung animo pencinta timnas,  karena cuma berkapasitas tidak lebih dari 30 ribu penonton.
Antusiasme suporter Indonesia (/Helmi Fithriansyah)
Padahal, kalau boleh jujur, timnas Indonesia sendiri sebenarnya tidak terus tampil bagus di enam laga yg sudah dijalani. Namun, semangat yg mereka pertontonkan di lapangan, itulah yg harus benar-benar dihargai.

Lihatlah bagaimana bersemangatnya mereka bermain atas nama Indonesia. Mengenakan seragam merah-merah atau putih-putih, merumput di lapangan, untuk mereka sama dengan bertempur di medan perang.

Tak cuma diperlihatkan, hasrat menaikkan derajat timnas Indonesia juga lantang mereka ucapkan. Video pernyataan Andik dan Evan Dimas tentang keinginan mereka buat membawa Indonesia juara menjadi viral di media sosial. Itu bukti, betapa hasrat mereka mendapat respons bagus dari masyarakat sepak bola negeri ini.

Sukses pasukan Riedl menembus final memang luar biasa.  Setidaknya seandainya melihat latar belakang keadaan sepak bola negeri ini, sebelum Piala AFF digelar.

Karena sanksi FIFA, lantaran Pemerintah dianggap intervensi kepada PSSI, sepak bola kalian dikucilkan kurang lebih setahun. Kompetisi resmi vakum, banyak pemain mengganggur.

Persiapan timnas juga sangat mepet, karena sanksi baru dicabut sekitar bulan Mei 2016.  Lantaran berbagai sebab, termasuk soal kesehatan, Riedl juga baru bekerja bulan Agustus, sejak ditunjuk bulan Juni. Namun, persiapan efektif timnas, mampu dibilang baru efektif pada bulan Oktober.
Boaz Solossa (kiri) dan Hansamu Yama lambang kebangkitan timnas Indonesia. (/Helmi Fithriansyah)
Maka itu, aku setuju dengan sahabat saya, Asep Ginanjar, yg kerap menulis kolom di kanal Bola . “Tak ada gunanya mengkritisi Riedl serta Boaz dan kawan-kawan. Garuda sedang terbang tinggi, menuju puncak prestasi. Menghujatnya, mengkritiknya habis-habisan, sama saja dengan menembaknya jatuh ke bumi,” begitu tulis Asep di kolomnya.

Maka itu, seandainya pun timnas gagal membawa pulang trofi dari Bangkok, Stefano Lilipaly dan kawan-kawan rasanya tetap pantas berbangga. Sebab, sesungguhnya, ketika ini pun timnas Indonesia sudah menjadi juara. Mereka telah berhasil memenangkan kembali hati pecinta sepak bola Indonesia buat mencintai kembali tim nasionalnya. Bravo Indonesia!

@edukrisnadefa



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: KOLOM: Sesungguhnya Timnas Indonesia Sudah Juara

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " KOLOM: Sesungguhnya Timnas Indonesia Sudah Juara "