idaraya

Begini Alasan Anak Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 Miliar di Garut

Begini Alasan Anak Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 Miliar di Garut

Jakarta -, Menantu dan anak yg menggugat ibu kandungnya secara perdata di Garut, Jawa Barat akhirnya angkat bicara. Mereka sengaja menempuh proses hukum tersebut, lantaran sejumlah jalan komunikasi yg ditempuhnya menemui jalan buntu.

Tak tanggung-tanggung, gugatan yg dilayangkan sang anak, Yani Suryani dan suaminya, Handoyo Adianto kepada ibunya Siti Rohayah, sebesar Rp 1,8 miliar. Handoyo dan istrinya mengaku nilai itu wajar, karena sesuai hasil perhitungan kurs rupiah dan emas yg berlaku ketika ini.

Baca Juga

Taktik Bupati Dedi Bereskan Kasus Ibu Dituntut Anak Kandung Kasus Anak Gugat Ibu di Garut, Ini Harapan Sang Bunda Ibu yg Digugat Anak Kandung Rp 1,8 M Minta Bantuan Bupati Dedi

"Kita tak mampu melihat nilai lalu dengan nilai sekarang adalah sama. Sebelah rumah ibu (Siti Ruhayah), yg berada di Jalan Ciledug nomor 194, harganya waktu itu Rp 40 juta. Harga emas waktu itu, sekitar Rp 50 ribuan," kata Handoyo ketika ditemui di kediamannya, di perumahan Harapan Indah, Medan Satria, Kota Bekasi, Selasa 28 Maret 2017.

"Efek dari perkembangan kurs rupiah dan nilai emas dan semua macam, itu kan dalam nilai ekonomi, atau dalam masalah masalah perdata kan harus dipertimbangkan," dia melanjutkan.

Handoyo menjelaskan peristiwa itu telah lebih dari 16 tahun. Harga rumah Siti Ruhayah lalu Rp 41.500 dikalikan 1,02%. Prosentase itu didapat dari 100% ditambah 2% dulu dipangkatkan jadi 192.

"Jadi dapat dihitung sendiri berapa nilai itu. Dan nilai itu setara dengan perundangan nilai properti yg dijaminkan sekarang," kata dia.

Handoyo menceritakan kasus ini bermula dari rencana Asep Rohendi, kakak kandungnya. Asep ketika itu mengajak Siti Ruhayah, membuat pabrik dodol di kediaman mereka di Jalan Raya Ciledug, Nomor 196, Kota Garut, Jawa Barat pada 1997 hingga 1998.

Saat membangun pabrik dodol itu, Siti Ruhayah dan Asep menjaminkan sertifikat rumah tersebut ke pihak perbankan sebagai modal.

"Sejak awal kalian itu tak setuju, meminjamkan sertifikat rumah sebagai jaminan atau boroh ke salah sesuatu bank swasta. Apalagi, rumahnya mulai dijadikan rumah dodol," ucap Handoyo.

Namun, pada 2001, usaha dodol tersebut bangkrut. Asep dahulu meminjam uang kepada istri Handoyo, Rp 40 juta.

"Ada penyerahan uang tunai yg tak diakui oleh kakak kami. Apa mungkin dia telah lupa karena telah 16 tahun? Yang pasti kalian milik bukti bukti itu," kata dia.

Nah, ketika meminjam uang kepada Yani, ibunya Siti Ruhayah, rupanya turut menandatangani surat pernyataan kepemilikan utang yg diminta Asep Rohendi.

"Kerugian yg diderita pada 2001 itu, sehingga ibu kalian memerlukan bantuan dari kami," ungkap Handoyo.

Sedangkan Yani, terpaksa memenuhi keinginan kakaknya, buat menebus sertifikat rumah yg sudah digadaikan sebelumnya ke bank.

"Padahal, sumber dana kalian juga dari bantuan pihak bank," ucap Handoyo.

Singkatnya, setelah lolos dari jeratan utang bank dan sertifikat rumah berhasil diraih kembali, Handoyo dan istrinya menerima undangan. Isi undangan tentang pembagian harta warisan dan penjualan rumah.

"Kenapa gugatan ini timbul, karena tiba-tiba ada undangan. Undangan ini dengan bahasa Sunda, yg isinya tentang pembagian waris. Karena ada usaha membagikan, rumah Ciledug dan dijual sebagai warisan itu, sebenarnya membuat kalian kecewa," kata dia.

Handoyo menegaskan, rumah di Jalan Ciledug itu sepenuhnya punya Siti Ruhayah. Karena itu tak mampu dibagi wariskan, karena nenek 81 tahun itu masih hidup dan dalam keadaan sehat.

"Kalau cuma sakit-sakit sepuh itu biasalah. Tapi kondisinya beliau kan sehat, bahagia, sehingga pembagian warisan itu tidaklah tepat," ujar dia.

Atas hal tersebut, Handoyo dan istrinya melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Garut. "Saya tak perlulah sebut siapa orang di belakang itu. Namun, ibu (Siti Ruhayah), menurut aku cuma menjadi korban dari orang yg hendak mengambil untung dari hal itu," kata dia.

Handoyo berharap agar masalah utang piutang tersebut tak dibesar-besarkan. Sehingga, lari dari pokok masalah perdata yg mereka layangkan.

"Kasus ibu digugat anak ini, tak perlu dianggap sebagai satu yg besar, karena sidangnya ini buat menentukan hak-hak pribadi seseorang. Bahwa yg sebenarnya adalah cuma hitung-hitungan hak dan kewajiban, karena ibu dan tergugat dua, pak Asep, pernah bertukang dagang dengan kami," kata dia.

"Dan kita juga menggunakan buat bertukang dagang yg kalian dapatkan dari pinjaman ke perbankan bank swasta secara komersial. Seolah kita tak boleh menagih. Tetapi kepada bapak Asep tak boleh diapa-apakan. Padahal dia yg memanfaatkan dan menjalankan usaha itu bersama sama ibu, malah tak diapa-apakan," dia melanjutkan.

Karena itu, Handoyo memohon agar perkara tersebut diluruskan. Apalagi, masalah anak gugat ibu kandung ini telah memojokan pribadinya sebagai 'anak durhaka'. "Tidak ada isu-isu yg gambarnya, ada seorang orangtua buta dipenjara."

"Ada juga yg gambarnya orang diseret, itu adalah pembelokan dari fakta sebenarnya. Tidak ada kata-kata, kalimat yg mengharuskan bahwa (pelapor) menyeret ibu kandungnya ke penjara. Sehingga ceritanya menjadi tak baik, yg akibatnya mengaburkan gugatan," Handoyo menambahkan.

Handoyo mengakui gugatan hukum yg ditempuh bersama istrinya itu sejatinya bukanlah pilihan terakhir. Buktinya, mereka sudah membuat sejumlah solusi seperti yg dinamakan Paket Cinta Siti Rokayah.

Dalam paket itu, Handoyo meminta agar mertuanya langsung menjual rumah, dan hasil keuntungan itu dibagi beberapa dengan anaknya, Yani Suryani. Uang hasil penjualan dari rumah itu nantinya mulai digunakan juga bagi menolong kesehatan Siti Rokayah dan keperluan pada hari tua sang ibu.

"Kami dalam mediasi, 6 Januari 2017, telah menawarkan paket. Paketnya kita namakan Paket Sayang Siti Rohayah. Ini dengan hati, kita kerjakan tiga hari tiga malam dengan perasaan dan kalkulasi. Intisari paket ini adalah aset apa yg ibu Siti Rokayah janjikan," kata Handoyo.

"Dulu ibu Siti berjanji seandainya rumahnya berhasil ditebus, sertifikatnya mulai dibaliknamakan ke ibu Yani. Sehingga ibu Yani bisa menjaminkan kembali, jadi ini modalnya tak ada yg tertahan. Kalau ini clear, insyaallah silaturahmi tetap jalan. Dari uang itu, untuk kesehatannya juga dan kalau masih muat kalian pakai jalan-jalan sama ibu," ucap Yani, menimpali sang suami.

Namun, jalan tengah dan komunikasi yg mereka bangun kepada para tergugat menuai jalan buntu. Hingga akhirnya mereka tetap berkeras hati mencari keadilan di jalur hukum.

"Ini bukanlah pilihan terakhir, tapi kita sudah coba mencari solusi-solusi yg sederhana, tapi karena memang menemui jalan buntu. Dan ada hak-hak peristiwa-peristiwa penyerahan yg tak diakui oleh saudara kalian dalam hal ini, sehingga kalian memerlukan pembuktian pembuktian. Dan pembuktian pembuktian mampu dikerjakan cuma oleh hakim pengadilan," kata dia.

Handoyo menambahkan, dirinya tidak pernah melakukan tekanan dan ancaman terhadap sang istri, buat melayangkan gugatan kepada sang kakak serta ibu kandungnya. Apalagi terbesit bagi menceraikan istrinya, Yani.

"Banyak kasus-kasus besar yg harus kami jalani dalam hidup ini. Badai-badai rumah tangga kan banyak. Percobaan-percobaan hidup banyak. Masa karena perkara kecil begini, masa aku harus mencaraikan, yah kan bu? Sayang sama ibu," ucap Handoyo sembari merangkul mesra sang istri, Yani.

 



Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Begini Alasan Anak Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 Miliar di Garut

idaraya

Share this

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Begini Alasan Anak Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 Miliar di Garut "