Cirebon -, Tubuhnya kecil dengan punggung membungkuk, tetapi Nenek Masniah (106) tidak berhenti berjualan makanan khas Cirebon, Jawa Barat. Nenek kelahiran Cirebon pada 1911 itu telah menjadi penjual keliling semasa serdadu Belanda masih menjajah Indonesia.
Semangat Masniah melayani pembelinya masih terpancar. Meski giginya telah tidak ada, senyum dan wajah bahagianya terus ditampakkan ketika pelanggan datang.
"Daripada ngemis nak, mending nenek jualan. Kalau tak jualan, selalu mau makan, uang dari mana? Kalau di rumah selalu juga nanti sakit. Mending di sini lihat motor, mobil lewat, emak seneng," celoteh Masniah kepada , Sabtu, 18 Maret 2017.
Masniah mengaku berjualan sejak usianya masih 15 tahun yg terdesak keadaan perang. Saat itu, ia menjual gorengan dan jajanan lainnya berkeliling Cirebon di tengah dulu lalang serdadu Belanda.
"Sukarno waktu itu belum ada, belum berjuang, emak mah jualan aja. Kalau ada isyarat perlindungan, ya emak berlindung karena Belanda tambah banyak yg datang," kata dia.
Masniah menuturkan, ia kehilangan ibunya sejak usia tujuh tahun. Sang ayah yg ketika itu cuma menjadi buruh pabrik rokok BAT tidak mampu berbuat banyak buat menyejahterakan keluarga. Makadari itu, Masniah kecil sesekali menolong ayahnya bekerja di pabrik.
"Emak mah berjuang sendiri menghidupi keluarga sebelum Soekarno berjuang merdeka," ucap dia.
Di antara tegangnya peperangan, Masniah muda mengingat secuil masa bahagia di tengah pendudukan Belanda. Saat itu, rakyat di tanah Cirebon merayakan peralihan kekuasaan dari Ratu Wilhelmina kepada anaknya Juliana.
"Ider-ideran (parade) keliling Cirebon. Sepanjang jalan penuh sama Belanda. Waktu itu belum panas dan banyak perang, juga hanya perlindungan saja," kata Masniah.
Seiring berjalannya waktu, anak kedua dari tiga bersaudara itu pindah dan tinggal bersama ayahnya ke kawasan Cangkring, Kota Cirebon. Saat usianya 20 tahun, Masniah menikah dan akan berdagang nasi pecel.
"Sampai umur 15 tahun, emak tinggal sama kakek. Pas kakek meninggal dan rumah kakek kebakaran, emak tinggal sama bapaknya emak lagi," ujar Masniah.
Di tengah perjuangan Masniah bertahan hidup, keadaan Cirebon semakin memanas. Kala itu, lanjut dia, tentara Belanda maupun Jepang semakin banyak dan membuat pribumi ketakutan. Sesekali, pribumi berteriak perlindungan saat suasana memanas.
"Emak ya terpaksa tutup dan lari ke tempat aman," ucap dia.
Namun begitu, warga pribumi justru semakin termotivasi bagi memerdekakan diri. Apalagi, Sukarno melalui pidato-pidatonya menggelorakan semangat warga.
"Emak sih tak terlalu memperhatikan pidato Sukarno karena waktu itu emak fokusnya dagang sih. Tapi, setiap ada ramai-ramai Sukarno pidato terus ada kata 'Rakyat', 'Berjuang', 'Merdeka' dan emak juga ikut teriak 'Merdeka' sambil tangannya keatas selalu telah jualan lagi," kata Masniah sembari mengingat pengalaman masa mudanya.
Masuknya tentara Jepang, membuat keluarga Masniah terpaksa harus mengungsi ke luar Cirebon selama 30 hari. Ia meninggalkan harta benda punya keluarga yg telah ditabung selama puluhan tahun.
Masniah pun harus pasrah dengan keadaan yg dianggapnya semakin terpuruk. Setelah keluar dari pengungsian, Masniah dan keluarga harus akan dari nol.
Selama hidupnya, sang nenek memiliki tujuh suami dan tidak memiliki anak. Maka itu, ia mengangkat anak.
"Saya tak milik anak, bahkan aku mungut anak bagi aku besarkan hingga sekolah. Yang tinggal di rumah ini hanya saya, suami dan ponakan," tutur Masniah usai berjualan nasi lengko.
Bersama Karduyun (87), suami ketujuh Masniah, ia menetapkan menjadi pedagang nasi lengko khas Cirebon pada usia 66 tahun. Nasi lengko buatan saksi sejarah bangsa itu dijual Rp 5.000 per porsi, tetapi dia tidak melarang seandainya pembeli ingin membeli nasi lengko di bawah harga yg dijualnya.
Dalam sehari, Masniah cuma mampu mengantongi paling banyak Rp 50 ribu buat menutupi kebutuhan hariannya. Jika selesai berjualan nasi lengko, ia terkadang melanjutkan usaha dengan menjual pisang dan rujak pecel ke salon di Cangkring.
"Alhamdulillah masih ada yg beli daripada harus minta-minta. Malu sama ponakan, sama anak angkat emak," tutur Masniah.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Perjalanan Nenek 106 Tahun Berjualan Keliling Sejak Zaman Belanda

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!