Naypyidaw -, Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi membantah dugaan terjadinya pembersihan etnis terhadap warga muslim Rohingya meskipun banyak laporan memamerkan hal sebaliknya.
Pemenang Nobel Perdamaian itu memang mengakui adanya persoalan di Provinsi Rakhine, rumah buat muslim Rohingya.
Ia justru menegaskan mulai menerima setiap warga Rohingya yg kembali ke Myanmar dengan tangan terbuka.
Baca Juga
Pengungsi Rohingya Ketahuan Simpan Senjata Tajam Kelompok Pemberontak Rohingya Tantang Militer Myanmar Aung San Suu Kyi Siap Mundur, Asalkan..."Saya pikir tidak ada sebuah pembersihan etnis secara sistemik di (Rakhine) sana. Bahkan, istilah itu sangat berlebihan," ujar Suu Kyi dalam wawancaranya dengan BBC, Kamis, (6/4/2017).
"Menurut aku ada banyak permusuhan di sana. Bahkan sesama muslim mampu saling membunuh seandainya mereka pikir ada muslim yg bekerja sama dengan pihak berwenang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, "Ini bukan pembersihan etnis seperti yg Anda katakan. Itu adalah persoalan perpecahan orang-orang yg tiba dari beberapa sisi berbeda dan inilah yg kalian berusaha rekatkan".
Saat ini Rakhine kerap dirundung konflik. Yang terbaru adalah pada Oktober 2016 kala militer Myanmar yg ditempatkan di Rakhine diduga melakukan kejahatan terhadap etnis Rohingya berupa penyerangan, pembunuhan, dan pemerkosaan.
Kejadian itu memicu 70.000 etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Dampak insiden Oktober 2016 itu memicu PBB melakukan investigasi pada Maret 2017.
Pemerintahan Myanmar sedang berada di bawah tekanan internasional, khususnya yg terkait dengan sejumlah di Rakhine. Sikap diam Suu Kyi sudah mencoreng reputasinya sebagai figur utama dalam gerakan HAM di dunia. Sebuah reputasi yg membuatnya memenangi Nobel.
Namun, Aung San Suu Kyi berdalih bahwa ia telah berkali-kali merespons tentang sejumlah insiden di Rakhine dalam berbagai kesempatan.
"Pertanyaan seputar Rakhine (Rohingya) telah tidak jarang ditanyakan kepada aku sejak tahun 2013 dan aku terus menjawab apa yg mereka (jurnalis) tanyakan. Tapi mereka terus berpendapat aku tidak memberi respons apa-apa, cuma karena apa yg aku katakan tak sesuai dengan keinginan mereka...yakni buat mengutuk salah sesuatu pihak atas kejadian itu," ujar Suu Kyi.
Menurut Suu Kyi, insiden Oktober 2016 dikerjakan bagi mengganggu proses perdamaian yg sedang diupayakan. Namun, ia membantah bahwa militer melakukan tindakan sewenang-wenang pada insiden itu.
Akan tetapi, Suu Kyi mengaku bahwa pemerintah sedang mengusahakan bagi mengontrol militer. Usaha yg hingga ketika ini belum terlaksana karena konstitusi Myanmar masih memberikan keleluasaan untuk militer bagi terlibat dalam politik pemerintah.
"Mereka tak dibolehkan memperkosa, menyiksa, atau menyerang (rakyat sipil). Mereka memiliki kuasa buat tiba dan bertempur. Itulah yg diatur oleh konstitusi. Apa yg menjadi urusan militer harus tetap berada di dalam militer," ujar Suu Kyi.
Sejak 1995, Aung San Suu Kyi dan pemerintahannya masih memiliki prioritas memperjuangkan perdamaian di Myanmar yg terus konstan berada dalam situasi perang sipil.
Ia juga berusaha buat membangun infrastruktur utama buat Myanmar, seperti pembangkit listrik, jalan, jembatan, dan fasilitas kesehatan. Suu Kyi juga berupaya buat membuka peluang investasi di Myanmar dan membuka lapangan pekerjaan.
Suu Kyi juga sedang memperjuangkan status kewarganegaraan terhadap kelompok etnis terpinggirkan, seperti Rohingya.
Meski begitu, ia bersikeras bahwa situasi di Rakhine bukanlah sebuah pembersihan etnis seperti yg disebut-sebut pihak internasional.
"Keselamatan mereka mulai terjamin. Itu terserah mereka buat kembali atau tidak. Kami mulai menerima seandainya mereka kembali," ujar Suu Kyi.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis terhadap Muslim Rohingya

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!