Brebes -, Menjadi seorang pencipta lagu memang membutuhkan talenta yg unik dan butuh kesabaran. Hanya segelintir orang yg memiliki keinginan menciptakan sebuah karya lagu yg bertema kebangsaan. Banyak musikus bahkan sekelas arranger atau penata musik pun tidak bisa membuat sebuah lagu. Kalaupun ada, mereka tidak berani memublikasikan sendiri.
Begitu pula yg dialami Agus Imanto (70), pria pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) di Brebes, Jawa Tengah. Sejak awal dekade 70-an, ia akan berkarya menjadi komposer atau penulis lagu amatir bertema kebangsaan. Kendati demikian, selama masa Orde Baru itu, ia tidak berani memublikasikan karyanya hingga di awal tahun 2014.
Sebab, sebuah lagu berjudul "Mari Berpancasila dan Berdoa" yg dibuatnya sekitar 30 tahun dahulu ini sengaja tak dipublikasikan ke publik. Ia khawatir mulai timbul persoalan di kemudian hari.
"Karena menunggu momen yg pas dan aku kira peringatan Hari Musik Nasional pada tanggal 9 Maret inilah waktunya," ucap Agus Imanto kepada , Kamis, 9 Maret 2017.
Meskipun kelihatan sederhana ditulis tangan di secarik kertas, lirik lagu bertema kebangsaan ciptaannya itu dapat menggambarkan maksud kandung dari Pancasila. Yakni, keberagaman suku, budaya, dan keyakinan agama di Indonesia yg harus bersatu jangan terbecah belah dengan tujuan buat menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Lagu ini bagi masyarakat Indonesia di mana pun berdiri di atas Tanah Pertiwi dan di belahan dunia mana pun," tutur Agus.
"Pesan aku dalam lagu ini agar terus menjaga persaudaraan sesuatu sama yang lain sebangsa dan senegara. Jangan sampai terpecah belah dengan alasan apa pun. Karena NKRI harga mati yg tak mampu ditawar oleh apa pun," dia menambahkan.
Di sisi lain, alasan yang lain Agus memberanikan diri buat tiba ke Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Brebes serta meminta memublikasikannya. Pencipta lagu amatir ini prihatin dengan modernisasi dan globalisasi yg menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.
Salah sesuatu contoh dampak negatif yg kini sangat signifikan kelihatan adalah akan pudarnya rasa cinta Pancasila. Terutama, soal pengamalan dan penghayatan Pancasila.
Menurut dia, nilai-nilai yg terkandung dalam pengamalan dan penghayatan Pancasila kurang menjadi perhatian yg utama buat kalangan remaja. Nilai-nilai Pancasila dianggap kurang menarik bagi diterapkan. Bahkan, lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yg sebebas-bebasnya.
"Seolah-olah mereka sudah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa Pancasila," ujar dia.
Kondisi masyarakat ketika ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat memengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yg mulai datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yg ada di dalamnya.
"Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yg tak mampu diganggu gugat," ia menegaskan.
Banyak orang bertanya dari mana inspirasi kapan dan di mana membuat lagu itu? Agus pun menjelaskan, lagu itu muncul di mana dan kapan saja, tetapi biasanya tiba ketika saya menyendiri baik di perjalanan atau di kamar.
"Mengenai tema lagu, sebagian adalah pengalaman pribadi, sisanya diambil dari potongan kisah orang-orang di sekitar aku sendiri. Aku dan kita adalah inspirasi. Batu pun juga mampu menjadi inspirasi. Semua mampu menginspirasiku," sebut dia.
Sejak dahulu Agus meyakini lagu ciptaannya mulai berguna di masa depan. Namun, ia tak yakin diri bagi memublikasikannya. Puluhan tahun segala cuma buat konsumsi sendiri, tidak berani didengarkan ke orang lain.
"Mudah-mudahan lagu ciptaan aku ini memberikan semangat kepada generasi muda lebih menggiatkan berdoa dan ber-Pancasila buat keutuhan NKRI," ia berharap.
Berdasarkan pengamatannya hingga kini, konflik yg kadang terjadi di Indonesia yaitu konflik yg sebagian besar disebabkan karena krisis moral dan tak mampu mengamalkan nilai-nilai yg terkandung dalam ideologi Pancasila.
Era globalisasi yg sedang melanda masyarakat dunia, menurut dia, cenderung melebur segala identitas menjadi satu, merupakan tatanan dunia baru.
Masyarakat Indonesia ditantang buat makin memperkokoh jati dirinya. Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada problem krisis identitas, atau upaya pengaburan (eliminasi) identitas.
Hal ini didukung dengan fakta tidak jarang dijumpai masyarakat Indonesia yg dari segi perilaku sama sekali tak menampakkan identitas mereka sebagai masyarakat Indonesia. Padahal bangsa ini mempunyai identitas yg jelas, yg berbeda dengan kapitalis dan fundamentalis, merupakan Pancasila.
"Krisis identitas yg akan tergerus itulah yg menyebabkan banyaknya perbedaan di antara golongan dan berdampak timbulnya konflik ataupun permusuhan, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai yg terkandung dalam Pancasila," kata dia.
Ketika krisis kepercayaan itu terjadi, lanjut dia, pada masa kini masyarakat cuma menjadikan Pancasila sebagai "buah bibir" saja tanpa mampu menghayati dan mengamalkannya secara utuh.
Munculnya paham fundamentalis dan kapitalis sebagai kenyataan mulai hal tersebut. Agus mencontohkan maraknya perkara korupsi di Tanah Air.
Ia memandang pula, kecenderungan tindak korupsi tersebut cuma memihak dan menguntungkan sesuatu pihak. Sedangkan masyarakat sebagai korban dari korupsi tersebut. Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya moral individu, selain itu juga lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yg semakin merajalela.
"Cara pandang yg berwawasan Nusantara pada masa-masa ini mampu dikatakan telah luntur dan hampir berada pada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Kita mampu dengan gampang menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat dalam konflik dan terpecah-belah," kata dia.
"Banyak di antara mereka yg terjebak dalam sekat-sekat primordialisme dan terpecah dalam golongan suku, ras, agama, daerah dan kepentingan yg sempit," Agus memaparkan.
Mencermati perilaku seperti itu, kata Agus, bisa dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yg yaitu bagian dari rasa cinta Tanah Air, bela negara, dan semangat patriotisme bangsa akan luntur dan longgar, bahkan hampir sirna.
"Berdasarkan keadaan seperti sekarang ini, maka mampu dikatakan bahwa adanya penghayatan nilai rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan menurun," Agus Imanto memungkasi.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Pancasila Memudar, Kakek Luncurkan Lagu yang Dibuat 30 Tahun Lalu

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!