idaraya

Ada Longsor Susulan, Warga Ponorogo Diimbau Mengalah pada Alam

Ada Longsor Susulan, Warga Ponorogo Diimbau Mengalah pada Alam

Ponorogo -, Potensi longsor susulan yg terjadi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Minggu, 9 April 2017, menjadi perhatian penting Tim Universitas Gadjah Mada (UGM). Terlebih, longsor susulan itu mulai menjadi penyebab terjadinya banjir bandang di wilayah sekitar lokasi bencana.

Rektor UGM Dwikorita Karnawati mengatakan, potensi banjir bandang yg mengikuti bencana longsor yaitu bencana yg sangat berbahaya. Sebab, banjir bandang itu mengandung endapan longsor berupa bebatuan dan pepohonan yg bisa menghancurkan permukiman warga.

Ia mengidentifikasi dua gejala awal terjadinya banjir bandang. Misalnya, bertambahnya ketinggian air sungai, serta perubahan keadaan air menjadi lebih keruh dengan membawa muatan pasir dan kerikil.

"Biasanya kalau telah terjadi banyak longsor, selang dua ketika kemudian disusul banjir bandang dan skala kematian mampu berlipat. Kami ingin menghindari kejadian banjir bandang ini," ucap Dwikorita ujar dalam konferensi pers yg berlangsung pada Selasa, 11 Aprill 2017, di Gedung Pusat UGM, Bulaksumur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut dia, banjir bandang tersebut tak harus menjadi kebiasaan karena mampu dicegah. "Bahwa ketika berada di mulut sungai mereka melihat tiba-tiba air menjadi keruh, tak lama kemudian muncul luapan yg dahsyat. Tanda-tanda ini harus diwaspadai bersama."

Dwikorita yg memimpin Tim Mitigasi Bencana Longsor UGM di Desa Banaran, Ponorogo, Jawa Timur, telah mengantongi data dan fakta penyebab penting longsor tersebut. Tim yg dipimpinnya itu berasal dari dua bidang ilmu ini menganalisis dan mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya longsor susulan baik di lokasi kejadian ataupun wilayah yang lain di Ponorogo.

Rektor UGM Dwikorita Karnawati menggelar konferensi pers mengenai penelitian Tim Mitigasi Bencana Longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. (/Yanuar H)

Tim UGM juga menolong pemetaan lokasi relokasi untuk warga yg terdampak bencana dengan memakai drone. Menurut dia, karakteristik lereng di lokasi bencana dengan bentuk lurusan yg memotong memang memperlihatkan gejala rawan bencana longsor dan cuma tinggal menunggu adanya proses yg memicu itu.

"Tidak terus begitu hujan selalu segera runtuh, karena mampu saja longsornya baru terjadi dua jam sesudahnya. Karena itu, selesai hujan jangan segera ramai-ramai kembali," ujar dia.

Rektor UGM juga menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap lereng-lereng yg rawan bencana, termasuk di lokasi yg baru saja mengalami longsor. Sebab, longsor yg berhenti di lahan miring masih mungkin bagi berlanjut dan mengalami longsor susulan.

Ia menyebutkan air hujan sebagai salah sesuatu pemicu yg mengakibatkan terjadinya longsor Ponorogo. Meski demikian, ia menegaskan, peristiwa longsor belum tentu terjadi segera setelah turunnya hujan. Sebab, diperlukan proses untuk air hujan buat meresap ke dalam tanah.

"Siapa pun jangan sampai berada pada lokasi yg habis longsor, kecuali orang ahli yg memang telah dilengkapi perlengkapan bagi menyelamatkan diri. Yang harus dikerjakan adalah meningkatkan kewaspadaan. Saatnya mengalah lalu dengan alam, buat sementara waktu meninggalkan tempat-tempat yg rawan," ujar Rektor UGM.

Tak cuma menjelaskan seputar penyebab longsor Ponorogo. Tim Mitigasi Bencana UGM turut menggalakkan kampanye mengalah dahulu buat menghindari bencana susulan tanah longsor di Ponorogo. Selain berpotensi longsor susulan di titik yg sama maupun di titik lain, bencana yg terjadi dua waktu dulu itu mampu berdampak banjir bandang.

"Jangan dianggap longsor itu biasa, dapat dicegah dengan menggalakkan secara massif peringatan dini terutama kepada warga masyarakat yg berada di peta rawan longsor," ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Gedung Rektorat UGM, Bulaksumur, Sleman, Selasa, 11 April 2017.

Menurut dia, warga harus mendapat edukasi soal bencana di lingkungan tempat tinggalnya, termasuk mengalah dengan alam ketika gejala bencana muncul. Misal, ketika musim hujan warga di wilayah rawan longsor lebih baik menghindari tempat tinggalnya lebih dahulu dan memilih daratan yg jauh dari lereng.

Konferensi pers mengenai penelitian Tim Mitigasi Bencana Longsor UGM di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. (/Switzy Sabandar)

Ia menjelaskan, keadaan geografis lokasi longsor di Ponorogo berupa lereng dengan kemiringan lebih dari 40 derajat. Titik longsor berada di zona patahan dan telah memiliki potensi runtuh dan menunggu pemicunya. Hujan yg turun menjadi salah sesuatu pemicu dan butuh waktu buat menimbulkan longsor.

"Ada tenggat waktu hujan pagi, maka mampu terjadi longsor pada sore hari. Artinya, hujan selesai jangan segera kembali, itu sedang berproses," tutur dia.

Ia menegaskan, longsor dapat terjadi di titik-titik yg yang lain dan menunggu antrean pemicu yg paling kuat. Alhasil, desa yang lain pun harus akan waspada.

Dwikorita mengungkapkan, titik longsor di Jawa tercantum di peta geologi. Zona merah memamerkan wilayah berpotensi longsor dan tersebar di daerah lereng di Pulau Jawa.

"Di Jawa Barat, cukup banyak jalan raya di zona merah. Penting buat pemerintah setempat menutup sementara daerah yg dilewati publik ketika hujan," Dwikorita memungkasi.

Tak cuma di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Potensi ancaman longsor semakin meningkat di wilayah lain. Tanah retak disertai bunyi gemuruh di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, bahkan menyebabkan jumlah pengungsi bertambah.

Jika pada awalnya pengungsi dari Dusun Watuagung, Desa Dayakan, berjumlah 249, ketika ini bertambah menjadi 341 jiwa. "(Kondisi ini) menyusul adalah dentuman suara gemuruh sangat keras sebanyak 21 kali pada Senin, 10 April 2017," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam informasi tertulis, Selasa, 11 April 2017.

Sutopo menjelaskan, lebar tanah yg retak mencapai panjang 300 meter, lebar 40 centimeter, dan kedalaman tiga meter di Watuagung. Warga terdampak sebanyak 91 orang yg berlokasi di Dukuh Kliur, RT 008, yg berada segera di bawah Dusun Watuagung, ikut mengungsi, sehingga keseluruhan pengungsi berjumlah 341 orang.

Sebanyak 22 rumah rusak dari total 69 unit yg terdampak, sehingga penghuninya dikosongkan seluruhnya. "Masyarakat dilarang melakukan aktivitas di rumahnya dan di sekitar daerah terlarang bagi mengantisipasi kemungkinan longsor," ujar Sutopo.

Saat ini, segala pengungsi ditempatkan beberapa tenda pengungsi, SD 2 Dayakan, dan rumah penduduk yg ditunjuk sebagai lokasi pengungsian. Yakni, rumah Mariman, Sriyono, Nyaman, Mujoko, Siman, dan Giyanto.

"BPBD Ponorogo sudah mendirikan posko di Balai Desa Dayakan. Pemantauan dan koordinasi dikerjakan bersama dengan Muspika dan Perangkat Desa," tutur Sutopo.

Selain itu, imbuh dia, BPBD bersama TNI, Polri, Tagana, PMI, SKPD, relawan, dan masyarakat memberikan bantuan logistik, tenda, tikar, selimut, terpal, kebutuhan air bersih, MCK dan lainnya. Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikan (BMKG) Tretes, Malang, bahkan sudah memasang seismograf bagi mendeteksi gempa dan getaran tanah.

"Kebutuhan mendesak adalah kebutuhan keperluan balita, keperluan mandi, pakaian layak pakai, pelayanan kesehatan, sanitasi, dan lainnya," kata Sutopo.

Kondisi di lokasi pengungsian mengantisipasi bencana longsor di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. (Foto: Sutopo Purwo

Sementara itu, pencarian 24 korban hilang yg tertimbun longsor di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, sudah dihentikan. Kondisi medan yg berat dan adanya ancaman longsor susulan menyebabkan segala pihak menyepakati bahwa pencarian korban dihentikan.

"Masyarakat sudah mengikhlaskan anggota keluarga yg belum berhasil ditemukan menyusul adanya longsoran susulan yg cukup besar pada Minggu, 9 April 2017," sebut Sutopo.

Dengan demikian, lanjut dia, dari 28 korban jiwa yg tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, pada 1 April 2017, empat jenazah berhasil ditemukan dan 24 orang dinyatakan hilang.

Saat ini, menurut Sutopo, sebanyak 300 jiwa masih mengungsi. Kebutuhan dasar buat pengungsi mencukupi. Nantinya sebagian besar dari mereka mulai direlokasi. Pemerintah Kabupaten Ponorogo masih mencari lahan yg aman bagi relokasi warga nantinya.

Lantaran itulah, imbuh Sutopo, BNPB mengimbau warga terus meningkatkan kewaspadaannya mengingat potensi longsor masih tinggi di wilayah Ponorogo. Hujan berintensitas tinggi masih berpeluang hingga awal Mei mendatang. Kondisi tanah pun telah jenuh air. Apalagi, keadaan batuan telah banyak yg mengalami pelapukan, sehingga gampang longsor.




Source : liputan6.com

Terimakasih sudah membaca: Ada Longsor Susulan, Warga Ponorogo Diimbau Mengalah pada Alam

idaraya

Share this

Related Posts :

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!

list emo
Terimakasih atas komentar Anda di " Ada Longsor Susulan, Warga Ponorogo Diimbau Mengalah pada Alam "