Washington, DC -, Untuk merespons provokasi rezim Kim Jong-un, Amerika Serikat mulai menempatkan sistem pertahanan rudal tercanggih, Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), di Semenanjung Korea pada Juni 2017. Namun ternyata, itu tidaklah gratis.
Seperti dikutip dari VOA News, dalam sebuah wawancara, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, ia ingin Korea Selatan membayar sistem tersebut.
Trump tidak menyebut angka, tetapi seorang mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS memperkirakan, biaya sistem tersebut mencapai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 15,9 triliun (kurs Rp 13.331 per dolar AS).
Itu dengan catatan, Negeri Paman Sam tidak bakal menjualnya pada pihak Seoul. Operasional THAAD menjadi kuasa pihak militer AS.
Donald Trump juga menyampaikan dalam wawancara di Oval Office bahwa dia ingin menyelesaikan krisis Korut dengan damai -- selain jalur diplomasi juga mungkin melalui penggunaan sanksi ekonomi baru atas Pyongyang.
Ia menambahkan, "Ada peluang pada akhirnya kami mulai mengalami konflik yg besar dengan Korea Utara."
Pemerintah Korea Selatan segera merespons permintaan Trump tersebut.
"Tak ada perubahan posisi antara Korsel dan AS bahwa pemerintah kita menyediakan lokasi dan fasilitas pendukung. Sementara Amerika Serikat menanggung biaya pengerahan, operasi, dan pemeliharaan sistem THAAD," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Korea Selatan yg dikeluarkan pada Jumat, 28 April 2017.
Pengerahan sistem pertahanan rudal THAAD disetujui tahun dulu oleh pemerintahan Barack Obama dan Presiden Korsel Park Geun-hye.
Kala itu, Park -- yg kini mantan presiden dan berstatus tahanan -- meyakinkan Majelis Nasional terkait kesepakatan tersebut, dengan mengklaim bahwa tak ada dana tambahan yg diperlukan buat mengerahkan THAAD.
Usai pemakzulan Park yg terjerat skandal korupsi, Korsel ketika ini mulai menggelar pemilihan presiden.
Capres terkemuka Moon Jae-in dari Democratic Party of Korea mengatakan, ia ingin menunda pengerahan sistem antirudal itu hingga presiden baru terpilih dan dapat mengevaluasi untung ruginya.
Sementara, pada tahun lalu, opini publik Korea Selatan mengenai THAAD bergeser dari menentang ke mendukung sistem senjata Amerika yg kontroversial itu.
Hal itu dipicu ulah Korea Utara yg selalu melakukan uji mencoba rudal nuklir dan balistik, yg menentang sanksi internasional.
Sebuah jajak pendapat surat kabar Chosun Ilbo pada 17 April menemukan, 60 persen masyarakat Korea Selatan mendukung THAAD dan 30 persen menentangnya.
Capres Korsel yg berada di urutan kedua, Ahn Cheol-soo dari Partai Rakyat, ada di kubu pendukung. Namun, deputi juru bicaranya, Nemo Kim mengaku, sang kandidat terkejut dengan pernyataan Donald Trump. "Itu bukan yg diinginkan rakyat Korea Selatan," kata dia.
Sementara itu, pengerahan THAAD di Semenanjung Korea ditentang China dan Rusia.
Seperti dikutip dari situs RBTH, kekhawatiran Rusia dan Tiongkok tidak terkait dengan sistem pencegat misil itu, melainkan terhadap radarnya.
Dalam mode terminal-based, jangkauan radar AN/TPY-2 pada sistem THAAD memang cuma 600-900 km, sehingga cuma mengenai sedikit wilayah Tiongkok dan sebagian kecil wilayah terpencil di Rusia.
Namun begitu, secara teknis radar tersebut bisa diubah ke mode forward-based sehingga jangkauannya mampu meningkat hingga 2.000 km.
Jangkauan ini mencakup sebagian besar wilayah Tiongkok dan sebagian wilayah Timur Jauh Rusia.
Dengan mode ini, radar tak bisa digunakan bagi menangkis misil, tetapi juga bisa berfungsi sebagai sensor bagi melacak peluncuran misil.
Hal ini memungkinkan radar itu bagi mengirim data ke AS dan menolong Washington menghalau misil balistik antarbenua (ICBM).
Pihak AS dan Korea sudah menjamin bahwa mereka tak mulai mengubah-ubah mode radar itu.
Source : liputan6.com
Terimakasih sudah membaca: Korsel Tolak Bayar US$ 1,2 Miliar yang Dituntut Donald Trump

Berkomentarlah yang baik sopan dan relevan,jangan menyimpang dari topik !!!